Kamis, 28 Maret 2013

Suhari Sargo: Aturan Mobil Murah Bisa Bikin Kota Padat, Picu Kenaikan Subsidi BBM, Mematikan Produsen Lokal, sehingga PP Mobil Murah Perlu Dikaji Ulang

Suhari Sargo (Pengamat otomotif)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar otomotif Suhari Sargo mengatakan aturan mobil murah ramah lingkungan atau "low cost green car" (LCGC) dipastikan akan membuat jalanan kota, terutama Jakarta, lebih padat.

"Kalau sudah keluar itu pasti akan padat sekali Jakarta. Menurut saya kalau itu (aturan LCGC) terjadi, akan menambah kepadatan serta kesenjangan antara daerah dan kota," kata Suhari ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (27/3).

Suhari menuturkan, kesenjangan yang mencolok akan sangat mencolok antara kota besar dan daerah yang belum berkembang. Kota-kota besar akan penuh sesak dengan kendaraan baru sementara daerah tidak memiliki kendaraan seperti itu.

Menurut dia, pemerintah hendaknya terlebih dahulu mendorong pembenahan infrastruktur sebelum menambah volume kendaraan melalui aturan tersebut. Dia juga menuturkan, pemerintah seharusnya bisa membenahi infrastruktur darat seperti jalan dan transportasi umum sebelum menyuplai kendaraan baru.

Indonesia, lanjut dia, perlu mencontoh negara seperti Jepang atau Singapura yang mematok pajak tinggi untuk kendaraan. Selain pajak yang tinggi, pemerintah di kedua negara itu juga meningkatkan kualitas transportasi publik, sehingga pemakaian kendaraan pribadi bisa ditekan.

"Di Singapura atau Jepang itu pajaknya tinggi sekali. Tetapi karena angkutan publiknya bagus, sehingga mereka tidak terpikir untuk beli mobil yang tentunya menambah kepadatan kota," ujarnya.

Dia menjelaskan, di Jepang calon pemilik kendaraan, harus memiliki garasi di rumahnya, Padahal untuk bisa membangun garasi, penduduk di Jepang harus mengeluarkan uang lebih banyak serta lahan yang lebih luas. 

Dia berpendapat, saat ini pemerintah tidak punya power untuk menentukan pasar, sehingga menyerahkan urusan tersebut ke pasar, kondisi ini dikhawatirkan akan membuat pasar Indonesia bisa diambil alih asing. Apalagi karakteristik masyarakat di Indonesia dinilai potensial oleh para pebisnis otomotif.

"Pelaku industri itu pintar, mereka lihat orang Indonesia rata-rata punya keluarga kecil dan butuh kendaraan untuk bepergian atau mudik. Konsumen keluarga kecil seperti ini, yang sudah mampu beli motor akan beralih ke mobil murah yang cuma muat empat orang itu," ucapnya.

Mobil murah picu meningkatnya BBM subsidi

Pakar otomotif Suhari Sargo menilai Pajak Penambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) mobil murah ramah lingkungan atau "low cost green car" memang lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya operasional kendaraan seperti kebutuhan bahan bakarnya.

Meski total penerimaan PPnBM terhadap penerimaan negara kecil, pemerintah seharusnya juga ikut menghitung biaya operasional mobil murah tersebut. Terlebih, aturan itu juga diperkirakan akan memakan lebih banyak konsumsi BBM karena persyaratan teknologi dalam LCGC ialah Euro Dua yang masih menggunakan bahan bakar subsidi.

"Indonesia harusnya sudah masuk teknologi Euro Tiga, artinya penggunaan bahan bakar premium (subsidi) sudah tidak berlaku," katanya.

Jika aturan itu diberlakukan, menurut Suhari, bisa dipastikan penggunaan BBM bersubsidi akan melonjak dan beban subsidinya terus meningkat.

Dia menambahkan anggaran subsidi energi yang hampir Rp200 triliun itu tentu bisa dimanfaatkan untuk perbaikan layanan pendidikan, kesehatan sekaligus memperbaiki transportasi publik ketimbang digunakan untuk memenuhi konsumsi kendaraan yang tidak tepat sasaran.

"Problem besar yang belum juga diperhatikan pemerintah, yakni subsidi BBM yang terus naik akibat banyaknya kendaraan di kota-kota besar," katanya.

Rencana pemangkasan PPnBM merupakan salah satu insentif dalam draf aturan LCGC yang segera disahkan pemerintah dalam waktu dekat. Selain ketentuan mengenai pemotongan pajak, aturan itu kabarnya berisi tentang efisiensi pemakaian BBM dan peningkatan konten lokal.

PP Mobil Murah Perlu Dikaji Ulang

Pemerintah diminta mengkaji ulang rencana pemberlakukan Peraturan Pemerintah terkait mobil murah. Pakar otomotif Suhari Sargo mengatakan, konsep kebijakan itu belum menjelaskan manfaat dari mobil murah tersebut dan pangsa pasarnya. Kata dia, baik di ibukota maupun di daerah, mobil tersebut tidak akan bermanfaat cukup besar bagi perkembangan industri otomotif lokal maupun pengguna. Bahkan untuk Jakarta sendiri itu justru mengundang kemacetan.

"Kalau saya, pertanyaan saya lebih mendasar. Itu sebetulnya diperuntukan pasarnya dimana? Kalau cuma mobil kecil kan itu memadatkan kota-kota besar saja. Ya, City Car yang kecil-kecil itu cuma makin tambah macet kota-kota besar," ujarnya saat dihubungi KBR68H.

Mematikan Produsen Lokal

Suhari menambahkan, kebijakan tersebut justru dikhawatirkan mematikan produsen lokal. Karena produsen luar dari merk terkenal akan berebut bersaing masuk ke Indonesia. Kementerian Perindustrian sebelumnya menjamin keberadaan mobil ramah lingkungan tak menambah kemacetan di Ibukota Jakarta. Sementara Peraturan Pemerintah (PP) mengenai insentif mobil murah dan ramah lingkungan atau low cost and green car (LGCG) ditargetkan bakal ditandatangani Presiden SBY dalam satu sampai dua pekan mendatang.

Senin, 25 Maret 2013

KEBIJAKAN LCGC: Mobil Murah Ramah Lingkungan Hanya Untungkan Segelintir Pelaku

Bambang Supriyanto   -   Senin, 25 Maret 2013, 13:40 WIB

BISNIS.COM,JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai dukungan pemerintah dalam pengembangan mobil murah dan ramah lingkungan hanya menguntungkan segelintir pelaku industri otomotif, sedangkan dampak negatifnya akan lebih besar terhadap perekonomian nasional.

Dewa Yuniardi, Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi Asosiasi Industri Automotive Nusantara (Asia Nusa), menuturkan fasilitas diskon pajak atas kendaraan bermotor sangat bagus pengaruhnya terhadap sektor industri otomotif.

Insentif fiskal itu dinilai akan mampu menekan harga jual kendaraan sehingga mendongkrak penjualan dan merangsang produsen otomotif dunia semakin giat investasi di Tanah Air.

“Tapi dari sisi kondisi dan situasi Indonesia perlu dikaji kembali, apakah cocok mobil dikategorikan bukan barang mewah? Selama ini hanya kendaraan transportasi umum yang dikecualikan sebagai barang mewah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/3).

Kritik Dewa itu diarahkan kepada pemerintah yang mendorong pengembangan mobil murah dan ramah lingkungan di Indonesia melalui fasilitas diskon pajak penjualan atas barang meweah (PPnBM).

Pemerintah dinilai kurang berpikir panjang akan dampak negative yang akan muncul kelak, seperti meningkatnya kemacetan, membengkaknya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, serta besarnya potensi penerimaan negara dari pajak yang akan hilang.

“Selama ini tanpa insentif yang besar sekalipun, mobil dengan harga setinggi apapun relatif terserap oleh pasar. Kenapa harus dikasih insentif lagi,” tanya Dewa.

Sebaiknya, lanjut Dewa, pemerintah lebih fokus pada penyelesaian masalah subsidi energi yang terus membengkak setiap tahunnya ketimbang mencari solusi pengurangan emisi karbon dengan cara yang keliru.

“Saat ini sekitar 75 juta kendaraan yang berkeliaran tanpa kontrol yang ketat. Dari sisi polusi, dengan adanya LCGC, maka akan bertambah. Sama saja dengan menabur garam di laut,” ketusnya.

Low Tax Cars

Secara harfiah, Dewa memaknai mobil murah sebagai kendaraan berteknologi tinggi yang diproduksi dengan ongkos yang rendah sehingga harga jualnya menjadi lebih murah. Artinya, mobil murah tercipta bukan karena pengurangan pajak, melainkan karena teknologi yang digunakan.

“Kalau kebijakan LCGC yang sekarang itu kan artinya bukan low cost, tetapi low tax,” tegasnya.

Terkait permasalahan subsidi energi, Dewa Yuniardi menyarankan sudah saatnya pemerintah mengecualikan para pengguna mobil pribadi sebagai penerima subsidi BBM. Sementara itu, kendaraan transportasi umum secara bertahap dialihkan dari BBM ke gas.

“Secara politis yang pasti akan teriak adalah para pengguna mobil pribadi, mereka akan kesal. Tapi itu tak akan memicu inflasi,” katanya.

 “Kami produsen mobil nasional tidak minta fasilitas apapun dari pemerintah yang bisa bikin iri. Kami cuma mau mobil kami dipakai pemerintah sehingga ada omset dan membuat kami lebih gampang mengembangkannya,” tandasnya.

Hal senada juga dikemukakan oleh Prof Bambang Sugiarto, Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Menurutnya, sangat tidak tepat jika subsidi diarahkan ke barang karena seharusnya ke orang yang benar-benar membutuhkan.

“Buat apa punya mobil tiga sampai empat unit? Mobil banyak hanya akan bikin susah jalan. Masyarakat harus dibuat rasional bahwa berkendara itu mahal, butuh energi banyak,” tuturnya.

Menjadi aneh, kata Bambang, jika semua sektor hingar-bingar dengan kebijakan LCGC yang dari sisi penggunaan konten lokalnya masih tergolong kecil.

“Sebenarnya apa yang mau dicapai dengan LCGC, yang harganya di bawah Rp100 juta itu. Berapa besar sumbangannya terhadap devisa dan berapa kontribusi nasional terhadap Rp100 juta itu,” ujarnya.

Bambang menambahkan tak perlu ragu dengan potensi pasar nasional yang besar. Selama daya beli masyarakat meningkat, maka mobil semahal apapun pasti akan terjual.

“Intinya keberpihakan pemerintah harus tegas. Kalau kebiajkan itu [LCGC] lebih banyak mudaratnya, jangan ragu-ragu untuk bilang tidak,” tegasnya.

Sumber : Agust Supriadi

Editor : Bambang Supriyanto

Rabu, 20 Maret 2013

Mobil Nasional Terganjal Produsen Otomotif Asing

Dr. Ir. Danardono dengan BALABI-nya

Jakarta, Wartakotalive.com

Guru Besar Tetap Teknik Otomotif dan Desain Rancang Bangun Mekanikal Universitas Indonesia, H R Danardono Agus Sumarsono, mengatakan untuk mewujudkan Mobil Nasional (Mobnas), masih membutuhkan waktu panjang.

Sebab, katanya, produsen otomotif asing saat ini masih menjaga pangsa pasar di Indonesia.

"Pemerintah harus mengantisipasi dan mengawal guna terciptanya Mobil Nasional dalam menjawab tekanan dari produsen otomotif asing yang sangat resisten serta berkepentingan karena menguasai pangsa pasar sangat besar di Indonesia," kata Danardono Agus Sumarsono dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar di Balai Sidang UI, Rabu (20/3/2013).

Dikatakan Danardono, untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah membutuhkan sinergi yang kuat antara akademisi dan industri sesuai dengan peranan masing-masing.

Kemudian, katanya, juga harus saling memiliki ketergantungan satu sama lainnya, agar dapat mendukung kemandirian industri alat transportasi darat nasional. Editor : Siswanto


Tentang  Dr. Ir. R. Danardono Agus Sumarsono, DEA. PE
 
Dr. Ir. R. Danardono Agus Sumarsono, DEA. PE adalah dosen inti penelitian di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Selain mengajar, dosen yang senang ‘mengutak-atik’ kendaraan ini juga telah banyak menghasilkan inovasi dibidang teknologi. 
 
Salah satu inovasi hasil penelitian dan pengembangannya adalah BALABI (Bajaj Langit Biru) yang merupakan kendaraan hybrid ramah lingkungan. Simak yuk, wawancara kami bersama Bapak Dr. Ir. R. Danardonoberikut ini beberapa waktu yang lalu.
 
engineeringtown.com : Menurut Bapak, apa yang menjadi masalah terbesar bangsa kita ini di bidang teknologi ?

Dr. Ir. Danardono : Dalam hal penguasaan teknologi sudah tidak lagi menjadi masalah utama. Namun yang masih kurang adalah konsistensi ‘pemeliharaan (maintenance)’-nya. Saat ini sering sekali terjadi kecelakaan. Alasannya selalu teknis atau orang yang lupa atau khilaf mengantuk. Kalau saja sistemnya dipelihara dengan baik, hal – hal seperti itu tentu bisa dihindarkan. Contoh kecil di rumah, lampu baru akan diganti kalau sudah mati atau terjadi short/terbakar. Atau pompa air baru akan diservis kalau sudah sampai macet atau jika sudah menimbulkan suara yang keras. Seharusnya tidak boleh seperti itu. 
engineeringtown.com : Kalau boleh tahu, inovasi apa saja yang sudah Bapak hasilkan ?

Dr. Ir. Danardono : Banyak. Saya senang hal – hal yang miniatur dan berbau inovasi. Beberapa inovasi yang telah saya hasilkan antara lain Pengatur Selang Waktu Wiper yang masih terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi otomotif saat ini. Ada juga Kendaraan Angkut Hibrida yang salah satu pengembangannya adalah BALABI (Bajaj Langit Biru) dan telah berhasil dibuat prototipenya. Di rumah Saya juga memasang kincir angin di mana energi listrik yang dibangkitkan digunakan untuk mengisi baterai kering kemudian digunakan untuk menyalakan lampu hemat energi melalui inverter DC – AC. Inovasi Saklar timer plug and play merupakan ide untuk penghematan pemakaian lampu saat tidak digunakan. Konsep ini sangat sederhana namun dapat diterapkan disemua sistem saklar lampu listrik tanpa harus merombak instalasi yang sudah ada. Masih banyak inovasi lain yang mungkin cukup panjang untuk dituliskan semuanya. 
engineeringtown.com : Tujuan dibuatnya BALABI ini untuk apa ?

Dr. Ir. Danardono : Teknologi otomotif lambat laun akan beralih dari energi fosil (tak terbarukan) menuju penggunaan energi terbarukan. Dalam perjalanannya peralihan tersebut akan berjalan saling berkombinasi salah satunya adalah teknologi hibrida yaitu kendaraan yang digerakkan menggunakan lebih dari satu sumber energi. Misalnya kombinasi motor bakar dan motor listrik, kombinasi motor listrik dan tenaga angin, kombinasi motor bakar dan tenaga kayuh dan sebagainya. Konsep ‘hibrida’ ini yang kemudian dikembangkan lebih lanjut di DTM (Departemen Teknik Mesin) berupa kendaraan bertenaga motor bakar dan motor listrik. Salah satunya adalah BALABI (Bajaj Langit Biru) yang masih dalam tahap prototipe, karena kalau membuat yang besar biayanya juga besar. Namun yang terpenting adalah kita bisa menguasai teknologinya. Kalau teknologinya sudah bisa kita kuasai, ukuran besar atau kecil sudah tidak jadi masalah lagi tinggal besar – kecilnya pendanaan saja. 

Jika kita melihat problematika yang ada saat ini, Bajaj merupakan salah satu alat transportasi umum yang menyumbang polusi udara. Akan tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itulah perlu dikembangkan konsep Bajaj Hibrida (BALABI) itu. Kendaraan hibrida itu bisa tetap menggunakan bahan bakar rendah emisi (Bahan Bakar Gas) yang ramah lingkungan dan jarak tempuhnya pun lebih panjang. Kekurangan utama saat ini adalah investasinya yang cukup besar karena memerlukan teknologi pengaturan putaran dan traksi motor listrik, baterai, dan lain – lain. Struktur rangka dirancang seringan mungkin untuk mengantisipasi jarak tempuh yang lebih baik. Material ringan dan kuat dari struktur rangka sangat berperan, bantuan dari kolega di Teknik Metalurgi dan Material sangat membantu suksesnya konsep ini. 

engineeringtown.com : Apakah Bapak pernah berfikir untuk pindah ke bidang lain ?

Dr. Ir. Danardono : kalau ingin mengetahui khasanah ilmu pengetahuan tentu saja saya sangat antusias dan tidak pernah membatasinya. Selain bidang teknik (mekanikal dan elektrikal) saya ingin pula belajar bidang lain seperti ilmu sosial, hukum, ekonomi, dan juga sejarah agama Islam lebih lanjut.
engineeringtown.com : Teknologi apa lagi yang ingin Bapak kembangkan di masa yang akan dating ?

Dr. Ir. Danardono : Masih mengenai mobil hibrida ini. Saya akan kembangkan ke arah traksi dan body – nya. Saya juga ingin mengembangkan suatu teknologi yang dapat menjawab masalah konservasi energi. Bersama teman sejawat di DTM mengembangan sistem proteksi pemadam api dengan kabut air untuk rumah tangga. Selain itu Saya juga bekerja sama dengan teman sejawat di kedokteran mikrobiologi mengembangkan “alat penembak Serbuk DNA” yaitu suatu teknologi Alat Penembak vaksin DNA (DNA Gun) yang dirancang untuk menempatkan partikel vaksin DNA berukuran nano masuk kedalam lapisan di bawah kulit. Desain rancangan alat tembak ini tidak lagi menggunakan jarum suntik, sehingga prinsip yang digunakan lebih mengandalkan prinsip efek tumbukan akibat percepatan gerak partikel massa atau sering disebut dengan efek balistik. Pada tahap awal, akan dibuatkan suatu prototipe dengan merekayasa beberapa model atau desain beberapa jenis peralatan penembak berbasis tekanan fluida. 
engineeringtown.com : Apa harapan Bapak tentang teknologi bidang otomotif untuk ke depannya ?

Dr. Ir. Danardono : Kita semua harus mencermati penggunaan energi masa depan terutama untuk konsumsi kendaraan bermotor secara individu, pengembangan kendaraan untuk transportasi massal harus mendapat prioritas utama dalam sistem rencana induk pengembangan kota metropolitan. Manfaatkan sebanyak mungkin energi terbarukan dimulai yang paling sederhana di sekeliling kita. Sebagai contoh misalnya untuk pemanas air kita bisa menggunakan energi matahari yang merupakan energi terbarukan. Tidak usah muluk-muluk dulu untuk bisa terbang ke bulan atau luar angkasa. Yang terpenting adalah tatanan kita di sini, bagaimana kita bisa survive untuk terus bersama menyongsong kesejahteraan masa depan bangsa Indonesia yang lebih mapan melalui penggunaan enersi yang terbarukan. 


Dr. Ir. R. Danardono Agus Sumarsono DEA. PE

·      Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 7 Maret 1959

·      Istri : Dr. R. Fera Ibrahim, SpMK, MSc., PhD.

·   Anak : Dr. R. Ayu Anatriera Sumarsono, R. Abraham Ranardo Sumarsono, R. Adam Fenardo Sumarsono

·      Pendidikan :

Ø 1984 : Sarjana S-1 Teknik Mesin di FTUI

Ø 1989 : S-2 bidang Mecanique des Solide di Ecole Centrale de Lyon – France

Ø 1993 : Doktoral di Laboratoire de Recherche de Bourges, Univ. d’Orleans – France  bidang

Ø Mecaniqueet Energetique

MOBIL NASIONAL: Penetrasi 'Mobil Hijau' Dikhawatirkan Tekan Produksi Mobnas

BISNIS.COM, JAKARTA— Asosiasi Industri Automotif Nusantara  (Asia Nusa) mengkhawatirkan hadirnya mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC/mobil hijau) akan menjadi ‘terminator’ yang  bakal memberangus pengembangan mobil nasional.

Selama ini, industri mobil nasional sulit berkembang karena kurang keberpihakan pemerintah serta dukungan perbankan dan perusahaan pembiayaan.

Dewa Yuniardi, Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi Asia Nusa, menuturkan sekalipun tanpa dukungan pemerintah, perencanaan dan perakitan mobil nasional (Mobnas) sampai saat ini masih berjalan.

Namun, produksi dilakukan hanya untuk memenuhi pesanan dari perusahaan transportasi dan koperasi, bukan untuk dijual secara ritel.

“Kami memang tidak menyasar pasar ritel karena kompetisinya terlalu berat. Kami pasti kalah karena untuk bisa masuk ke sana butuh modal besar, butuh nama, jaringan aftersales dan distribusi, serta service,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (20/3/2013).

Berdasarkan varian, lanjut Dewa, hanya Mobnas merek Tawon yang produksinya cukup lumayan, yakni sekitar 600 unit per bulan.

Sementara itu, merek lain seperti GEA Moko dan Komodo masih sangat rendah, masing-masing berkisar 50 unit dan 10 unit per bulan.

“Kalau LCGC keluar, itu bisa jadi ‘Terminator’ bagi mobil nasional. Kami sudah pasti kalah karena selisih harganya dekat. Mobnas kami jual Rp50-Rp60 juta, LCGC harganya sekitar Rp80 juta, sudah pasti konsumen lebih memilih LCGC,” ketusnya.

Dewa menambahkan pengembangan mobil nasional selama ini nyaris tanpa dukungan pemerintah.

Kendala lain yang menghambat pemasaran mobil nasional adalah minimnya dukungan perbankan dan perusahaan pembiayaan untuk bisa memfasilitasi kredit.

“Kami sebenarnya tidak dibantu pun tidak masalah, asalkan ada yang membeli, pasarnya ada. Tak perlu kebijakan  yang neko-neko yang pada akhirnya hanya menguntungkan pihak luar,” tegasnya.

Dia mengakui bahwa produsen mobil nasional masih sangat bergantung terhadap pasokan bahan baku dari luar negeri, terutama negara-negara produsen otomotif dunia.

Ketergantungan tersebut bukan karena anak bangsa tak mampu memproduksi sendiri bahan baku otomotif, melainkan karena dominasi produsen asing yang terlalu besar dan memaksa pengembangan mobil nasional harus mengikuti standar mobil asing.

“Kami sebenarnya optimistis industri mobil nasional akan tumbuh, tapi dengan adanya LCGC bisa jadi kebalikannya,” tandas Dewa.

Seperti diketahui, prinsipal otomotif dunia yang memiliki basis produksi di Indonesia tengah menanti terbitnya regulasi LCGC.

Apabila aturan LCGC keluar pada awal April, seperti yang dijanjikan pemerintah, maka dalam waktu dekat jalan-jalan di Indonesia akan dibanjiri mobil hijau.

Dengan adanya regulasi LCGC tersebut, maka nantinya para pengembang mobil murah ramah lingkungan akan mendapatkan pembebasan pajak pertambahan nilai atas barang mewah (PPnBM).

Toyota dan Daihatsu, misalnya, telah memproduksi mobil murah merek Agya dan Ayla. Kedua produsen otomotif Jepang tersebut berancang-ancang untuk memasarkan Agya dan Ayla dengan kisaran harga jual Rp80 juta per unit. Agust Supriadi   -   Rabu, 20 Maret 2013, 11:34 WIB. Editor : Yoseph Pencawan

Minggu, 17 Maret 2013

Mobil Murah Sudah Sampai Daerah

Mobil Tawon ditawarkan sebagai pengganti Bajaj
PoskotaNews - MOBIL murah karya anak negeri sebenarnya sudah ada. Bahkan pemasarannya telah sampai ke pelosok daerah. Tapi sayang, gaungnya  kalah bahkan tenggelam dengan gegap gempitanya program Low Cost Green Car (LCGC) atau mobil murah rendah emisi yang kini sedang digembar-gemborkan pemerintah. Ada kesan pemerintah mendukung habis-habisan program itu dengan janji-janji insentif  kemudahan dan lainnya. Di sisi lain mobil murah lokal seperti dilupakan.

Nasib mobil produksi dalam negeri itu sepertinya jadi  anak tiri. Meskipun sudah banyak dibuat, tapi terabaikan. Padahal dari sisi produksi siap dipasarkan. Artinya mobil-mobil buatan pabrikan yang tergabung dalam Asosiasi Industri Otomotif Nusantara (Asia Nusa), sudah bisa dibeli konsumen bahkan beberapa merek ready stock lho.

“Segmen kami memang beda dengan LCGC, kita fokus ke angkutan pedesaan. Tapi prinsipnya kami siap menjadi mobil murah,” kata Ketua Bidang Pemasaran dan Komunikasi Asia Nusa, Dewa Yuniardi. Dia menyebutkan produk Asia Nusa yang siap dipasarkan sebagai mobil murah diantaranya KomodoTawon dan Gea versi mobil toko.

Dari awal, produsen mobil nasional ini memiliki strategi yang tahu diri. Karena itu mereka tidak mencoba melawan produsen LCGC yang disokong pabrikan besar.  Porsi mesin yang diambil pun tidak melebihi 1000 cc dengan segmen angkutan barang. Karena 1000 cc ke atas sudah dimakan habis produsen asing. Langkah ini setidaknya menjadi strategi meraih harapan sehingga tidak head to head dengan merek asing. “Ini sekaligus riset keandalan, setelah punya nama baru masuk ke segmen private,” tambahnya.

Untuk merek Komodo dengan konsep mobil off-road ini sebenarnya sudah lama mengaspal di Indonesia. Fin Komodo hadir dengan mesin empat tak dan berkapasitas 250cc. Sedangkan Tawon adalah mobil mungil asal Rangkasbitung, Banten, di bawah perusahaan PT Super Gasindo Jaya. Mobil ini menggunakan bahan bakar gas dengan kapasitas mesin 650cc. Tawon mampu menembus kecepatan 100 km/jam.

Masyarakat lumayan berminat dengan produksi ini. Terbukti peminat dari luar daerah seperti Sumatera Sumatera Selatan (OKU Timur) lumayan banyak termasuk Bengkulu (Kota dan Tengah) serta Lampung (Way Kanan). Model yang sudah ditawarkan adalah Tawon Transformer (pikap) AG Tawon (minibus) dan Metro Tawon (wagen). Soal harga Tawon minibus dibanderol Rp 49,9 juta (OTR Jabodetabek), Transformers Rp 43,9 juta dan Bestel Wagen Metro Rp 63,9 juta (off the road). Anda berminat?

Sabtu, 16 Maret 2013

Mobil Murah Bikin Jakarta Makin Sesak





Aditya Maulana- detikOto - Para pabrikan mobil yang ada di Indonesia dan masyarakat Indonesia sedang menunggu regulasi Low Cost and Green Car (LCGC) atau mobil murah ramah lingkungan diterbitkan oleh pihak pemerintah.

Kehadiran mobil murah ramah lingkungan ini memang banyak menuai kontroversi. Ada yang pro dan ada juga yang kontra.

Seperti yang dikatakan oleh perwakilan Forum Udara Bersih Indonesia (FUBI) Ahmad Safrudin yang mengatakan kalau kehadiran mobil murah itu akan semakin membuat Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia semakin sesak.

"Perindividu range harganya memang lebih rendah dan konsumsi bahan bakarnya lebih rendah, tapi kalau dijual diperkotaan seperti Jakarta jelas akan semakin mempersesak jalanan," tegas Ahmad dalam acara Workshop Pemeriksaan dan Perawatan Kendaraan Bermotor (Uji Emisi) di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (7/3/2013).

Ahmad mencontohkan, ada pabrikan mobil yang sudah siap dengan mobil murah dan indennya sudah mencapai ratusan ribu unit. Itu tentu saja Jakarta akan semakin macet.

"Indennya sudah ada yang tembus di 400 ribu unit. Apakah itu tidak akan mejejal-jelalkan kota Jakarta dan pastinya akan semakin macet yang ujung-ujungnya juga akan memperboros bbm bersubsidi," katanya dengan tegas.

Kebijakan LCGC ini juga akan menjadi dilema bagi sejumlah pihak yang akan melakukan berbagai kebijakan. Dilain sisi ada kebijakan mengenai gas buang atau uji emisi kendaraan agar jauh lebih baik, dilain sisi juga Pemprov DKI Jakarta sedang menggalakan transportasi publik.

Dengan begitu, ada beberapa kebijakan yang tidak sesuai dengan kebijakan lainnya atau tidak saling berhubungan baik atau malah menjadi pertentangan.

"Dilain sisi mengedepankan gas buang agar lebih baik, tapi ada juga kebijakan mobil murah, tentu saja itu akan menjadi masalah besar yang tidak saling berhubungan," tandasnya. (ady/syu)

Senin, 04 Maret 2013

Mobil Murah akan Menjadi Dilema Kemacetan di Jakarta





Aditya Maulana - detikOto Regulasi mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost and Green Car (LCGC) yang dikabarkan bakal dirilis oleh pemerintah ternyata akan menjadi dilema bagi pabrikan.

Sebab di lain sisi Pemprov DKI Jakarta tengah menggalakkan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi kemacetan yang melanda Jakarta dari dulu hingga saat ini.

Ketua II Gaikindo Yohannes Nangoi memperkirakan hadirnya mobil murah ini akan meningkatkan penjualan mobil di Indonesia. Sebab dengan harga yang terjangkau atau kurang dari Rp 100 juta banyak masyarakat yang tertarik untuk meminangnya.

"Tentunya ini akan menjadi suatu dilema besar karena kendaraan ini (LCGC) akan diproduksi dengan harga yang terjangkau. Makin banyak kita (Gaikindo) jual kendaraan maka Jakarta akan semakin macet," aku Yohannes di Jakarta.

Namun jika regulasi mobil murah ini diterbitkan maka Gaikindo merasa sudah sangat siap untuk memproduksinya. Buktinya banyak pabrikan yang akan bermain di mobil murah ini siap untuk melakukan produksi massal.

"Sampai saat ini dan pagi tadi saya cek ada 2 merek yang tergabung di Gaikindo yang belum kendaraannya diluncurkan tapi permintaanya sudah mencapai 30 ribu," ucapnya sambil tersenyum.

Tapi Yohannes juga menuturkan kalau adanya mobil murah nanti memang menghasilkan 2 sisi yang berbeda. Di sisi lain akan menguntungkan dan mengharumkan industri otomotif Indonesia tapi di lain sisi juga akan membuat Jakarta dan beberapa kota besar lainnya menjadi macet.

"Permasalahan transportasi di Indonesia itu memang never ending story yang artinya akan terus berjalan dan industri otomotif juga akan terus berjalan selama masih ada dan selama peraturan pemerintah mengizinkan itu kita akan terus berjalan," tutup Yohannes.