Rabu, 31 Juli 2013

YLKI Minta Pemerintah Stop Mobil Murah

Muhammad Ikhsan - detikOto - Jakarta - Kemunculan mobil murah diprotes oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) . Secara sepintas, regulasi mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC) memang terkesan bagus.

Namun dalam konteks pertumbuhan ekonomi, transportasi dan energi, regulasi ini banyak cacatnya dan meminta agar pemerintah merevisi secara total Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang regulasi mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC).

"Oleh karena itu, YLKI meminta pemerintah untuk merevisi total PP tersebut, dan menghentikan rencana produksi mobil LCGC. PP ini banyak cacat baik pada konteks paradigmatis/ideologis dan atau substansi," kata Anggota Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam surat keterangan yang diterima detikOto, Selasa (30/7/2013).

Berikut isi keluhan terhadap LCGC versi YLKI:

1. Sacara paradigmatis PP ini cacat, karena seharusnya yang diberikan insentif adalah pengelola angkutan umum, bukan industri otomotif.

2. Dari sisi timing (waktu), regulasi ini tidak tepat karena masih buruknya sarana prasarana transpoprtasi umum. Sebaliknya, regulasi ini bisa diterima jika sistem transportasi di kota-kota besar sudah memadai dan terintegrasi. Regulasi ini terlalu menguntungkan dan memanjakan industri otomotif.

3. Dari sisi finansial, klaim murah juga menyesatkan (membohongi konsumen. Apanya yang murah, jika mobil itu dibeli secara kredit harganya mencapai Rp 140 jutaan. Sementara mayoritas konsumen membeli mobil dengan cara kredit/cicil.

4. Apanya yang ramah lingkungan, jika mobil ini masih menggunakan BBM, dan apalagi BBM bersubsidi? Jadi klaim mobil LCGC adalah klaim yang tidak berdasar.

5. Produk massal terhadap mobil LCGC pada akhirnya akan membuat macet-macet kota-kota besar di Indonesia, dan menjebol APBN karena subsidi BBM akan kian melambung. Polusi di kota-kota besar akan makin memburuk.

6. YLKI menduga dengan kuat PP ini disahkan tanpa koordinasi yang jelas antar Kementerian, bahkan aura kolusinya sangat kental.

Selasa, 30 Juli 2013

Mobil Murah Bisa Ancam Konsep Transportasi Massal

RMOL. Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41/2013 tentang pembebasan pajak atas penjualan barang mewah (PPnBM) untuk mobil murah, dapat menghancurkan konsep transportasi massal Jakarta.

Kemacetan menjadi pemandangan yang biasa di ibukota. Dari yang bisa kita lihat di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur saja misalnya, walau sudah dilakukan penertiban, ternyata masih ada dua titik kemacetan di sana, yaitu di depan SMPN 14 Jakarta dan di dekat Pasar Jatinegara.  

 Menurut pengamatan Rakyat Merdeka, hal yang sama juga terlihat di kawasan Ampera, Jakarta Selatan. Titik kemacetan khususnya ketika pagi, ada di depan SMU Sumbangsih. Nampak kendaraan pribadi mengular dari depan SMU Sumbangsih hingga ke depan halte Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Tak Jarang, jika sedang ada sidang tilang kendaraan di PN Jaksel (yang lokasinya tak jauh dari IPDN), kemacetan akan terus mengular hingga ke Jalan Sawo.

Data Kementerian Pekerjaan Umum menunjukan, salah satu pemicu kemacetan di Jakarta adalah karena sikap masyarakatnya yang lebih memilih kendaraan pribadi untuk beraktivitas ketimbang angkutan massal.

Bahkan, trend persentase penggunaan angkutan massal masyarakat Jabodetabek terus menurun tiap tahun. Bila pada 2002 penggunaan angkutan masaal ke kantor mencapai 38,3 persen, maka pada 2010 hanya 12,9 persen.

Ironisnya, kemacetan di Jakarta ke depan sepertinya akan semakin parah. Penyebabnya, pada akhir Mei lalu pemerintah mengeluarkan PP Nomor 14/2013 tentang kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Peraturan itu antara lain menyebutkan ada keringanan pajak penjualan hingga nol persen untuk penjualan mobil yang hemat energi dan mobil murah. Dengan pajak nol persen itu, mobil-mobil dengan kapasitas di bawah 1.200 cc dan memiliki konsumsi bahan bakar minyak kurang lebih 20 km per liter, setidaknya dapat dipasarkan lebih murah di bawah harga Rp 100 juta.

Murahnya harga mobil ini tentunya dapat kian memperparah kemacetan, lantaran masyarakat bisa berbondong-bondong membeli mobil murah untuk beraktivitas, ketimbang pakai angkutan massal. 

Menyikapi masalah ini, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), tak menampik jika peraturan itu sangat berisiko memicu masyarakat membeli mobil.

“Siapa yang nggak mau mobil murah. Ya bagus dong, bagus artinya tambah macet,” sindir bekas Walikota Solo ini.

Jokowi  juga menilai, kebijakan mobil murah dan mobil hemat energi tidak sesuai dengan langkah pemerintah sendiri yang akan menekan penggunaan bahan bakar minyak (BBM). 

Namun, karena Pemprov DKI tak bisa melarang warga untuk membeli mobil, lanjutnya, seharusnya kebijakan pemerintah dapat menyesuaikan diri dengan program penataan lalulintas, bukan sebaliknya. Jika tidak, penambahan mobil sudah pasti akan menambah macet ibukota.

"Kalau ada mobil murah, masyarakat kapan mau pakai transportasi massal," keluhnya.
Hingga kini, diakui Jokowi, pihak Pemprov masih berkonsentrasi dengan konsep sistem ganjil-genap dan electronic road pricing (ERP) demi mengurai kemacetan. Kini, dia mengaku mendapat PR baru lagi, yakni segera  mempelajari peraturan baru pemerintah pusat tersebut.

Yang Dibutuhkan Transportasi Umum Murah

Kebijakan pemerintah pusat yang membebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil murah dan mobil hemat energi, dinilai hanya akan bertentangan dengan penataan transportasi umum.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, Indonesia sebenarnya tidak memerlukan mobil murah ataupun kebijakan tentang mobil murah hemat energi (low cost green car). 

Menurutnya, yang dibutuhkan Indonesia adalah transportasi umum yang murah. "Pejabat Indonesia itu tidak sensitif terhadap kebutuhan rakyatnya," kritik Djoko.

Kebijakan mobil murah dan hemat energi, lanjut Djoko, juga akan bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang tengah gencar-gencarnya menekan konsumsi BBM bersubsidi. 

Selain itu, kebijakan tersebut dapat mendorong masyarakat  membeli ataupun menambah mobil. Imbasnya, jumlah mobil yang beredar di jalan akan semakin banyak, hingga akhirnya menyebabkan kemacetan di segala ruas jalan.

"Apalagi pemasaran mobil sekitar 30 persen terkonsentrasi di DKI Jakarta. Ini tentu akan menambah kemacetan. Imbasnya, kebijakan tersebut tidak mendukung kepala daerah yang sedang menata transportasi umum," ujarnya.

Seperti diketahui, salah satu daerah yang dipastikan bakal terkena imbas kebijakan mobil murah dan  hemat energi, yang tertuang dalam PP Nomor  41 Tahun 2013 adalah Jakarta. Program transportasi massal seperti monorail ataupun mass rapid transit (MRT) bisa gagal jika masyarakat memilih menggunakan mobil pribadi. [Harian Rakyat Merdeka]

Ironi Mobil Murah


Di tengah keraguan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tiba-tiba diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 41/2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Di dalam PP tersebut diatur pula low cost green car(LCGC) atau mobil murah ramah lingkungan, meliputi hybrid car, mobil listrik, dan biofuel. Substansi PP tersebut adalah mengatur mengenai penghitungan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Jenis mobil yang diatur dibedakan menjadi dua, yakni low carbon emission (LCE) dan LCGC.

Potongan pajak PPnBM yang dikenakan terhadap mobil LCE yakni 25-50%, sedangkan untuk LCGC 100% alias dibebaskan. Yang termasuk dalam LCE adalah mobil berbahan bakar diesel atau petrol engine, biofuel, hybrid, gas CNG, atau LGV. Mobil LCE dikenakan diskon pajak 25% jika konsumsi bahan bakarnya 20-28 km per liter, dan diskon 50% jika konsumsi bahan bakar lebih dari 28 km per liter.

Sedangkan mobil yang termasuk LCGC dibagi menjadi dua, yakni mobil berteknologi motor bakar cetus api (premium) dengan kapasitas hingga 1.200 cc dan mobil berteknologi motor nyala kompresi (diesel atau semidiesel) dengan kapasitas hingga 1.500 cc. Konsusmsi bahan bakar dua jenis mobil tersebut minimal 20 km per liter atau bahan bakar lain yang setara.

Kedua jenis mobil tersebut dapat diproduksi oleh produsen lokal maupun asing (Sumber: rangkuman pemberitaan beberapa media massa). Peraturan Pemerintah (PP) No. 41/2013 ini menandai lahirnya suatu generasi baru dalam dunia otomotif, yaitu mobil dengan bahan bakar yang lebih irit, sehingga disebut ramah lingkungan. Dan karena menawarkan teknologi yang hemat BBM, maka memperoleh potongan pajak cukup signifikan. 

Potongan pajak yang signifikan itulah yang menyebabkan mobil tersebut dapat dijual dengan harga murah dibandingkan mobil-mobil biasa yang ada di pasaran sekarang ini. Harganya yang murah itulah yang akan membuat jenis kendaraan ini akan diburu oleh masyarakat yang sudah lama mimpi memiliki mobil pribadi.

Mungkin inilah jawaban atas wacana city car yang ramai dibicarakan sejak dua tahun silam, yaitu mobil-mobil baru dengan harga di bawah Rp 100 juta. Jika kemampuan produksi mobil jenis LCE dan LCGC mencapai 100.000 unit pada tahun pertama, dapat dipastikan ia akan terserap oleh pasar semua dan menjadi rebutan golongan kelas menengah baru. Selamat datang mobil baru di negeri yang boros BBM! Ironi 

Sebuah Kebijakan 
Keluarnya PP yang mengatur tentang mobil murah ini sesungguhnya merupakan wujud ketidakkonsistenan pemerintah dalam kebijakan BBM.  Di satu pihak, sejak 2010 terus mewacanakan untuk hemat BBM, termasuk juga membatasi kuota BBM bersubsidi, tapi si sisi lain, pemerintah justru mendorong produksi mobil murah dengan cara memberikan diskon pajak yang cukup signifikan. Harga murah dan hemat BBM itulah dua daya tarik utama bagi para pengguna sepeda motor untuk bermigrasi ke mobil pribadi. Apalagi bila bentuknya kecil dan dengan fleksibel bisa bermanuver di jalan yang macet, orang pasti menyukainya. 

Mengingat pertumbuhan kelas menengah di Indonesia selama satu dekade cukup signifikan, maka dapat diperkirakan proses migrasi dari sepeda motor ke mobil murah akan terjadi secara masif. Dengan demikian dalam lima tahun ke depan, mobil murah akan mendominasi jalan-jalan di kota-kota besar di Indonesia. Meskipun sudah didesain dengan teknologi hemat BBM, tapi karena jumlahnya masif, tetap saja kehadiran mobil murah ini akan turut mempercepat proses pemborosan BBM. Mobil yang dimaksudkan sebagai solusi hemat BBM ini malah turut memacu pemborosan BBM.

Jika pemerintah hendak mengambil kebijakan hemat BBM, langkah yang tepat adalah menaikkan harga BBM. Atau pun kalau ingin memberikan insentif pajak, seharusnya itu diberikan untuk jenis angktan umum (bus), bukan jenis mobil pribadi. Dengan harga bus/truk yang lebih murah, berarti operator dapat menekan biaya investasi yang pengembaliannya dibebankan pada tarif yang harus dibayar oleh penumpang/pengguna jasa. Bila biaya investasi kendaraan cukup tinggi, tarif pun tinggi. Tapi bila biaya investasi rendah, tarif dapat ditekan menjadi lebih murah. Memberikan keringanan/pembebasan pajak bagi kendaraan pribadi itu inkonsisten dengan niat kebijakan untuk hemat BBM  

Ironisnya lagi, dalam penetapkan pajak kendaraan Kementerian Keuangan tidak mendasarkan pada fungsi kendaraan, melainkan hanya pada besaran CC-nya saja. Ini yang membuat jenis bus dan truk – dengan alasan CC-nya lebih besar – dikenai pajak lebih besar pula, sebaliknya untuk kendaraan pribadi. Ini jelas mencerminkan kekacauan berpikir birokrat, karena hal yang terkait dengan kepentingan publik diperberat, tapi terkait dengan kepentingan pribadi justru diperingan.

Tidak mengherankan bila sampai saat ini Indonesia belum memiliki pabrik bus sendiri. Mestinya PP yang dibuat itu untuk mendorong lahirnya industri pembuatan bus dan truk untuk mendukung angkutan umum massal dan barang dalam negeri.

Untungkan Pihak Asing
Dengan dikeluarkannya PP No 41/2013 itu maka pihak yang paling diuntungkan adalah industri otomotif asing yang sudah siap teknologi untuk memproduksinya. Sedangkan industri otomotif lokal masih masih harus belajar teknologi terlebih dahulu untuk membuat mobil hemat BBM. Jadi peraturan ini sebetulnya pepesan kosong bagi industry otomotif lokal. Bagi masyarakat umum, ini justru merupakan jebakan baru untuk masuk ke dalam massalisasi mobil pribadi. 

Boleh jadi, munculnya peraturan tersebut merupakan hasil lobi industry otomotif dari luar yang sudah menginvestasikan modalnya secara besar-besaran di Indonesia. Efek lanjut dari massalisasi mobil pribadi ini adalah akan muncul desakan untuk membangun jalan-jalan baru atau memperlebar jalanjalan yang ada dengan alasan sudah tidak mampu lagi menampung kendaraan yang lewat. Bila kekhawatiran tersebut menjadi kenyataan, mobil murah yang disebut sebagai solusi hemat BBM justru berbalik menjadi masalah baru, yaitu pemborosan BBM secara masif dan terprogram.

Sulit bagi pemerintah ke depan untuk mengendalikan pertumbuhan mobil murah ini mengingat sampai sekarang belum ada satu pun instrumen untuk pembatasan kendaraan pribadi. Di sisi lain, perbaikan angkutan umum massal tidak terjadi secara cepat di semua wilayah Indonesia, tapi lebih terkonsentrasi di beberapa kota besar saja. Wajar bila di kemudian hari masyarakat justru bertumpu pada keberadaan mobil murah untuk melakukan mobilitas geografis. Akhirnya, secara agregat, keberadaan mobil murah yang disebut hemat BBM itu tetap saja memboroskan BBM dalam negeri.

Darmaningtyas, ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Jakarta

Senin, 29 Juli 2013

Manjakan Industri Otomotif, YLKI Protes Aturan Mobil Murah

JAKARTA, KOMPAS.com 
  • Selasa, 30 Juli 2013 | 10:02 WIB
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia memprotes keras terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No No. 41/2013 tentang  Regulasi Mobil Murah dan Ramah Lingkungan (LCGC). Aturan ini dinilai banyak cacat dan terlalu memanjakan Industri otomotif. 

"Sepintas regulasi ini bagus, dalam konteks pertumbuhan ekonomi, transportasi dan energi. Tapi jika didalami regulasi ini banyak cacatnya," kata Anggota Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam siaran persnya.

Ia menyebutkan, secara paradigmatis PP ini cacat, karena seharusnya yang diberikan insentif adalah pengelola angkutan umum, bukan industri otomotif. 

Selain itu, dari sisi timing, regulasi ini tidak tepat krn msh buruknya sarana prasarana transportasi umum. "Sebaliknya, regulasi ini bisa diterima jika sistem transportasi di kota-kota besar sudah memadai dan terintegrasi. Regulasi ini terlalu menguntungkan dan memanjakan industri otomotif," katanya.

Sementara dari sisi finansial, lanjut dia, klaim murah juga menyesatkan. "Membohongi konsumen. Apanya yang murah, jika mobil itu dibeli secara kredit harganya mencapai Rp 140 jutaan. Sementara mayoritas konsumen membeli mobil dengan cara kredit/cicil," ujarnya.

YLKI juga mempertanyakan mengenai ramah lingkungan yang diusung mobil murah ini. "Apanya yang ramah lingkungan, jika mobil ini masih menggunakan bbm, dan apalagi bbm bersubsidi? Jadi klaim mobil LCGC adalah klaim yang tidak berdasar," kata Tulus.

Pada akhirnya, sebut Tulus, produk masal mobil LCGC ini justru akan membuat macet kota-kota besar di Indonesia, menjebol APBN karena subsidi BBM akan kian melambung, dan polusi di akan makin memburuk.

"YLKI menduga dengan kuat PP ini disahkan tanpa koordinasi yang jelas antar kementrian, bahkan aura kolusinya sangat kental. Oleh karena itu, YLKI meminta Pemerintah untuk merevisi total PP tersebut, dan menghentikan rencana produksi mobil LCGC," demikian Tulus.

Editor : Erlangga Djumena

Pemerintah tipu konsumen soal mobil murah ramah lingkungan

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai promosi pemerintah mengenai mobil murah ramah lingkungan (LCGC) membohongi konsumen. Soalnya, mobil tersebut dalam kenyataannya nanti kemungkinan tidak murah dan ramah lingkungan.
Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan, mayoritas konsumen saat ini masih membeli mobil secara kredit. Jika, masyarakat membeli LCGC secara kredit, maka total ahargany bisa mencapai Rp 140 juta, jauh diatas ketetapan pemerintah Rp 95 juta.
"LCGC Membohongi konsumen. Apanya yang murah, jika mobil itu dibeli secara kredit harganya mencapai Rp 140 jutaan," katanya dalam siaran pers, Selasa (30/7)
Selain itu, sambung Tulus, pemerintah juga tidak menjamin bahwa LCGC bakal menggunakan bahan bakar non-subsidi. Untuk itu, YLKI meminta pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 dan menghentikan produksi LCGC.
"Apanya yang ramah lingkungan, jika mobil ini masih menggunakan bbm, dan apalagi bbm bersubsidi. Regulasi ini terlalu menguntungkan dan memanjakan industri otomotif," katanya.
Terlepas dari itu, pengembangan LCGC dinilai kian menyurutkan langkah revitalisasi transportasi umum guna mengurangi kemacetan. "Regulasi ini bisa diterima jika sistem transportasi di kota-kota besar sudah memadai dan terintegrasi," kata Tulus.

Minggu, 21 Juli 2013

Hyundai Avega Terbaru Harga Dan Spesifikasi 2013

Hyundai Avega adalah salah satu mobil andalan dari salah satu raksasa otomotif asal kore selatan. Dengan model yang modern dan eyecathing membuat mobil ini memiliki nilai lebih disbanding dengan competitor yang ada. Jika kita amati dengan seksama sekarang ini konsumen tidak lagi hanya terpaku pada mobil – mobil asal negeri matahari terbit. Pergeseran mindset ini menunjukkan jika memang pabrikan

Minggu, 14 Juli 2013

All New Honda CRV Harga Dan Spesifikasi

All New Honda CRV turunan ke emapat yang diluncurkan menjadi salah satu tanda bahwa Honda memang masih menancapkan cakarnya dan menjadi salah satu raksasa besar. Seri terbaru ini memiliki desain yang dahsyat dan juga fitur – fitur yang oke punya. Masuk dalam kategori medium SUV Honda New CRV layak menjadi pilihan untuk keluarga anda.



Spesifikasi Honda New CRV memang mumpuni jika disebut

Senin, 08 Juli 2013

Toyota Fortuner SUV Generasi Baru Harga Bersahabat Spesifikasi Top

Toyota Fortuner merupakan salah satu mobil SUV generasi terbaru yang dikeluarkan oleh pabrikan dari Negara matahari terbit tersebut. Dengan tampilan yang jantan ditambah dengan desain yang modern menambah kesan ketangguhan dari mobil yang satu ini. Mobil ini juga tersedia dalam beberapa pilihan varian yang memiliki sedikit perbedaan dari Spesifikasi atau fitur yang dimiliki.




Harga Toyota

Jumat, 05 Juli 2013

Harga Xenia Bekas

Harga Xenia bekas mungkin saat ini sedang anda searching atau cari – cari. Dengan rentang harga yang memang lumayan memang mobil barunya membuat lumayan ekonomis untuk kantong. Mobil yang menjadi salah satu idola keluarga nusantara ini menjadi andalan Daihatsu untk merengkuh pasar mobil keluarga di tanah air. Salah satu factor lain yang menjadi nilai lebih dari mbil ini adalah memiliki kabin yang