Kamis, 28 Februari 2013

Mobil Murah Akan Hambat Perkembangan Mobil Listrik

Mobil Listrik Karya Dasep Ahmadi
Dasep Ahmadi sebagai pencipta mobil listrik Evina mulai menggeliat di 2013 ini. Ahmadi menegaskan sudah siap memproduksi dan menjual mobil listrik karyanya.
Ahmadi menjelaskan, saat ini PT Sarimas Ahmadi Pratama (SAP) yang dipimpinnya sudah siap memproduksi mobil listrik Evina. Dasep menargetkan akan memproduksi sebanyak dua sampai tiga ribu unit sebagai permulaan.

"Tahun ini ada sekitar dua sampai tiga ribu unit yang siap diproduksi. Tahun berikutnya sudah mulai sampai 10 ribu unit," ungkap Dasep Ahmadi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (27/2/2013).

Dasep menjelaskan, mobil listrik ciptaannya saat ini masih terus melakukan pengujian kualitas sebelum sampai benar-benat masuk final produksi. Ahmadi juga akan mengurus izin mobil listrik, dan saat ini sedang memilih pemasok komponen r yang akan ikut dalam produksi mobil listrik.

"Saat ini kami sedang terus melakukan berbagai pengujian, mengurus izin, dan memilih supplier yang akan ikut dalam produksi mobil listrik ini," lanjut Dasep.

Dasep sendiri masih sangat mengharapkan dukungan Pemerintah di berbagai sektor. Support yang bsia dilakukan seperti pembelian atau penyewaan mobil listrik miliknya, untuk digunakan sebagai mobil dinas atau mobil operasional. (okezone.com)

Indonesia, sebagaimana tren di global, sedang keranjingan isu mobil listrik. Terlihat dari beberapa pengembangan yang dilakukan berbagai pihak, mulai Dasep Ahmadi sampai Menteri BUMN, Dahlan Iskan.

Tetapi, ini semua masih dianggap sebagai latah saja, karena perkembangan mobil listrik khususnya di Indonesia tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kenapa bisa begitu?

Adalah rencana pemerintah yang berniat untuk mengembangkan mobil murah di Indonesia. Mobil murah inilah yang justru akan menghambat perkembangan dari mobil listrik itu sendiri.

"Mobil murah bakal menghambat perkembangan mobil listrik. Apalagi kondisi di Indonesia sekarang, dimana kepemilikan masih lebih penting dari fungsi itu sendiri," papar Franky Supriyadi, dari Center for Innovation Oppurtunities and Development Prasetiya Mulya Bussines School.

Ia mencontohkan, masyarakat Indonesia masih mengedepankan kepemilikan kendaraan sebagai hal terpenting daripada apa yang terdapat pada kendaraan itu sendiri. Teknologi misalnya, itu masih nomor dua.

"Ketika hendak membeli mobil, yang penting bisa terbeli atau tidak? Masalah mobil ini irit BBM atau ramah lingkungan atau tidak, itu nomor dua, yang penting harus memiliki sebuah mobil dulu," ujarnya.

Jadi, bakal selalu ada tarik menarik antara mobil murah dan mobil listrik. Selama mobil listrik belum bisa dijangkau dari segi harga, maka masyarakat akan memilih mobil murah. Inilah yang membuat mobil listrik akan terhambat perkembangannya. (mobil.otomotifnet.com)

Minggu, 24 Februari 2013

Mobil Murah Bertentangan dengan Transportasi Massal

Duren Sawit, Wartakotalive.com

Rencana pemerintah memberikan insentif pajak untuk mobil murah ramah lingkungan sebaiknya dipertimbangkan. Tujuan produsen memproduksi mobil murah hanya untuk kepentingan bisnis semata. Tidak sesuai dengan program pemerintah untuk menciptakan transportasi massal yang nyaman sehingga mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi.

Terbukti, kendaraan yang diproduksi itu hanya berkapasitas lima penumpang (sedan) dan segmentasi penjualan diarahkan kepada pengendara sepeda motor yang diharapkan beralih untuk memakai mobil pribadi. Jika 30 persen dari pengendara sepeda motor beralih memakai mobil murah yang dimensinya tiga kali ukuran sepeda motor itu, bisa dibayangkan betapa semakin parahnya kemacetan di jalan-jalan, khususnya di DKI Jakarta dan sekitarnya.

Tujuan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi adalah tidak masuk akal. Menurut rencana, mobil ini dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Konsumen akan lebih memilih menggunakan mobil konvensional dengan konsumsi BBM 12 kilometer per liter ketimbang mobil murah dengan konsumsi BBM 20 kilometer per liter jika mobil konvensional masih boleh menggunakan BBM bersubsidi yang harganya hanya separuh dari harga BBM nonsubsidi. Tujuan mengurangi konsumsi BBM bersubsidi mengada-ada.

Saat ini banyak mobil mewah masih menggunakan BBM bersubsidi, bagaimana sistem kontrolnya? Kebijakan mobil murah hanya akan meningkatkan kredit yang bersifat konsumtif dan berisiko macet. Jika harga mobil Rp 80 juta, orang yang mempunyai uang Rp 20 juta, setelah ada promosi diskon uang muka, bisa mempunyai mobil. Lebih bermanfaat jika insentif pajak digunakan untuk membangun infrastruktur dan transportasi massal.

Rosida
Perum Palem Indah, Duren Sawit,
Jakarta Timur

Minggu, 03 Februari 2013

Mungkinkah mobil nasional terwujud ?

Mobil Nasional Fin Komodo

Sering Mobil Nasional dipandang seperti tahayul yang ditakuti, dijauhi, tidak ada gunanya dipikirkan bila kita tidak punya uang. Dibilang dosa bila kita menggunakan uang yang hanya sedikit untuk sesuatu yang resikonya terlalu besar.

Di pihak lain, Mobil Nasional digambarkan terlalu sederhana. Seakan-akan asal bisa gabungkan komponen-komponen mobil, setiap orang yang memiliki bengkel bisa bikin Mobil Nasional. Mobil Nasional dipersepsikan secara naif sehingga ditertawakan dan ditinggalkan orang karena dianggap sebagai mainan penghayal yang tidak serius dan tidak memiliki prospek bisnis yang nyata.

Ada beberapa orang yang pernah mulai membuat perhitungan dan mewujudkan usaha ini. Sebut saja, Aburizal Bakrie dengan Bakrie Motor-nya, Tommy dengan Timor-nya atau Shinivasan dengan Perkasa-nya. Kebetulan karena berbagai sebab yang berbeda semuanya tidak ada yang berhasil tetap berbisnis untuk waktu yang lama. Masing-masing punya kelemahan, punya titik lemah yang berbeda, yang menjadi titik awal kegagalan Mobil Nasional mereka. Walaupun kasus kegagalannya berbeda, tetapi akhirnya selalu digeneralisasikan orang bahwa Mobil Nasional itu tidak mungkin dilaksanakan sehingga tidak patut kita pikirkan.

Ada yang berfikir bahwa kita tidak punya uang yang cukup untuk mewujudkannya. Ada yang bilang kita tidak punya teknologi proses untuk membuatnya, ada juga yang bilang kita tidak punya orang untuk melaksanakannya.

Masing-masing kita punya gambaran sendiri-sendiri tentang produknya, bagaimana proses membuatnya dan siapa yang harus memiliki kemampuan yang seperti apa yang dibutuhkan untuk membuatnya. Kita seperti, maaf, cerita 5 orang buta yang memegang gajah di tempat-tempat yang berbeda dan masing-masing ngotot dengan persepsinya masing-masing.

Padahal, untuk menyatakan pendapat soal ini, seharusnya kita lebih spesifik berbicara dengan data mengenai apa, bagaimana Mobil Nasional yang dinilai secara kasus per kasus. Begitu banyak jenis mobil, begitu banyak teknologi proses untuk mewujudkannya, sehinga begitu bervariasi kebutuhan investasi dan modal kerja untuk mewujudkannya.

Pandangan bisa keliru bila kita tidak memiliki data dan pengetahuan yang cukup mengenai sesuatu yang ingin kita komentari. Sebaiknya kita bicara lebih spesifik karena kita hanya mampu menilai secara kasus per kasus.

Pernah kita catat Teddy Rahmat sebagai Presiden Direktur ASTRA saat itu, pada suatu kesempatan menyatakan pendapatnya bahwa jangan kita bermimpi bikin mobil untuk menjadi saingan TOYOTA, kalau di bisnis payung mungkin kita bisa menjadi Toyotanya  payung.  Itu adalah opini ia pribadi mengenai kemungkinan pengembangan industri Mobil Indonesia. Mungkin kebetulan pada saat itu obsesinya adalah industri kecil menengah yang ia bangun melalui kelompok MITRA  pada waktu itu. Padahal tidak selalu mengembangkan Mobil Indonesia itu harus berarti menyaingi Toyota. Katakanlah kalau di industri roti, ada BreadTalk ada Sari Roti. Yang tepat adalah Mobil Nasional harus direncanakan dan diwujudkan secara teknis dan diposisikan secara marketing untuk mampu bersaing, agar jadi kebutuhan pasar dan dibeli orang, begitu.

Pro kontra terhadap gagasan pengembangan Mobil Indonesia sering kita dengar. Opini terhadap cita-cita memiliki industri Mobil Indonesia sering dihadapkan kepada kompleksitas sistem mobil sendiri yang pada akhirnya memerlukan multi kompetensi dan menuntut kordinasi keterlibatan dari banyak pihak dalam pengembangannya mulai dari perencanaan, produksi sampai ke pelayanan pasca jualnya. Suatu rangkaian industri yang panjang mulai dari industri penyediaan bahan baku sampai ke pendauran ulang.

Sehingga investasi yang besar untuk merangkai semua kegiatan dalam derap yang serasi menjadi sangat rentan terhadap kegagalan. Melibatkan sistem produksi yang rumit dengan perencanaan dan pengendalian yang berjalan ketat. Karena resiko yang tinggi ini, maka masalah prioritas penggunaan modal menjadi krusial.

Mungkinkah mobil nasional Terwujud ? Jawabannya bergantung kepada apa dan bagaimana mobil nasional dipersepsikan. Bottom rocknya adalah kita mampu mewujudkan mobil nasional saat ini, bila  mobil nasional adalah dengan asumsi berikut ini:

1. Mobil nasional disini dimaksudkan sebagai mobil yang brandnya dimiliki pengusaha nasional, dengan usaha design dan engineering sendiri menetapkan pola dan sasaran bisnis sendiri, membangun pasar dengan memilih sasaran pasar, memposisikan produk dalam kancah persaingan, merencanakan dan menetapkan karakteristik produk, mendesign dan memvalidasi design tersebut.  Singkat kata, mobil nasional adalah mobil yang majikannya adalah kita sendiri.

2. Dengan dasar kita menjadi majikan dari produk tersebut, tidak relevan lagi untuk mempersoalkan apakah semua harus dibuat lokal atau impor. Semua keputusan pemilihan dan pembelian bahan baku dan komponen berdasarkan atas acuan Quality, Cost dan Delivery utamanya dan pertimbangan lain atas dasar kelaikan bisnis. Sasarannya adalah buat nilai tambah sebesar besarnya untuk kita di dalam negeri, rebut creamnya lebih besar dari yang kita terima sekarang.

3. Prioritas utama adalah fokus pada sasaran membangun bisnis melalui mengantarkan produk yang diminati dan dibeli oleh pasar. Fokus dulu di pengembangan produk dan pengembangan pasarnya. Ukurannya adalah feasibility, profitability dan sustainability bisnisnya.  Produk unggulan adalah produk yang dicari, dipakai dan dibeli. Bukan produk yang paling indah, bukan yang paling canggih, paling kuat dsb.  Produk unggulan adalah optimasi semua aspek dengan kompromi yang paling tepat, seimbang antara harga dan kualitas pemenuhan kebutuhan tuntutan pasar . Dan strategi bisnis harus mulai dari sana.

4. Semua step yang direncanakan harus dilaksanakan. Kejelasan sasaran dan perencanaan bisnis dari awal diperlukan untuk mendapatkan komitmen pendanaan dan kalkulasi risiko bagi semua stake holder yang terlibat. Ketidak sepahaman sasaran dan kesalahan perencanaan mengakibatkan terlunta luntanya project sehingga tidak semua langkah yang harus diambil bisa terjadi. Akibatnya keraguan dan ketidak sepahaman terjadi, sehingga proyek terhenti sebelum waktunya.

5. Perencanaan produk dan design produk  didasarkan atas permintaan pasar. harus berupa “pull”, tarikan pasar bukan “pull” dorongan dari keinginan sendiri. Pengenalan tuntutan pasar mengenai jumlah kebutuhan, kualitas yang diharapkan dan tingkat harga untuk kebutuhan ini menjadi sangat penting. Karena semua sasaran, perencanaan dan teknologi harus ditujukan menjawab kebutuhan tersebut. Tingkat kepastian forecast menentukan apa dan bagaimana produk yang harus dijual.

6. Teknologi tersedia untuk membuat jawaban yang optimum terhadap medan bisnis yang dihadapi. Tercakup di dalam teknologi ini  strategi bisnis, strategi pasar, strategi produk, strategi design, strategi process manufacturing, strategi teknologi untuk investasi persaingan jangka panjang sesuai kondisi persaingan di pasar sasaran.

7. Dari segi volume quantity perlu disajikan beberapa pilihan skenario produk untuk market proofing. Caranya dengan menyajikan beberapa pilihan konsep produk sejak saat awal, sehingga punya reserve mana yang bisa jalan, mana yang sebaiknya dihentikan. Investasi disesuaikan dengan berapa quantity yang hendak diwujudkan.

8. Dari segi investasi, pendatang baru harus memanfaatkan kebaruannya untuk mempertajam policy investasi sesuai dengan peta kondisi persaingan yang sesungguhnya. Kehati-hatian dan kecermatan mengantisipasi pasar sangat menentukan ketepatan cost yang harus dicapai. Karena profit dibuat pada saat kita membeli, bukan pada saat menjual.

9. Keterkaitan dengan pihak rantai supply dan rantai distribusi dimulai dengan sejauh mana kita bisa meyakinkan risk dan gain yang bisa didapat, sehingga bagi bagi risiko bisa terjadi. Ketidak efisienan dari operasi awal ini harus teridentifikasi dan terakomodasi dalam strategi pemasarannya.

10. Yang terpenting adalah ambil tindakan nyata sekarang. Semua asumsi di atas harus diverifikasi melalui pewujudan konsep dan fisik design produk yang dikomunikasikan untuk cari data untuk feasibility study dan feed back pasar.  Langkah awal ini harus dilalui dangan action plan yang nyata dan data hasilnya dianalysis dan digunakan untuk perencanaan bisnis selanjutnya.

Peran Pemerintah

Kemunculan beberapa prototype mobil yang dikembangkan lokal hasil kreasi   ESEMKA, Fin Komodo, GEA, Tawon dan lain lain yang sudah memeprsiapkan infrastruktur industrinya akhir akhir ini patut dihargai.  Mereka sudah mampu mewujudkan kendaraan yang setidaknya sudah bisa berfungsi.

Pancingan walikota Solo Joko Widodo behasil memicu opini publik dan menggugah kerinduan akan adanya mobil nasional.

Melandasi semua itu sebenarnya kita semua pasti ingin bisa  mempertinggi nilai tambah dari industri mobil yang selama ini sudah tumbuh, tetapi dengan merk asing. Industri otomotif kita masih pada level operator yang policy dan strateginya masih dikuasai pemegang merk di luar negeri. Sehingga profit terbesar masih dibawa pulang ke negerinya.

Keinginan ini mungkin lebih mudah bila diilustrasikan setara seperti yang digambarkan oleh bapak rektor UKI Maruli Gultom di industri pertanian. Kita penghasil coklat, tetapi coklat terbaik tetap adalah coklat yang dibuat di Swiss. Kita penghasil karet, tetapi penghasil ban berkualitas tinggi untuk kecepatan lebih dari 300 km/jam saat ini adalah Michellin dari  Perancis ? Kita masih kurang memberi input teknologi terhadap bahan dasar, sehingga nilai tambah proses di dalam negeri sangat kecil.

Di produk industri otomotifpun demikian. Kita masih belum menjadi master dari produk kita sendiri.

Karena pemerintah harus berfungsi sebagai regulator, maka peran yang diharapkan dari pemerintah ini adalah bagaimana kita bersama sama mencapai penambahan nilai sebesar besarnya di dalam negeri untuk produk industri otomotif.

Apakah ini kesalahan pemerintah?  Tidak seluruhnya kesalahan bisa dilimpahkan kepada pemerintah.  Yang pasti adalah kita masih kekurangan teknopreneur yang menekuni industri. Pelaku industri masih seperti operator yang menjalankan mesin yang dibuat blueprintnya oleh orang lain. Kita masih belum merdeka dari kekurangan knowhow. Pelaku industri baru bisa menjalankan industri atas dasar standard orang lain, tetapi sedikit punya kesempatan mengembangkan teknologi dan  menyusun standard sendiri.

Bila teknopreneur ini banyak, mereka diharapkan akan melengkapi  kekosongan struktur industri. Mereka harus mengembangkan teknologi dan standard perusahannya sendiri,  sehingga cukup sumber daya untuk mendukung pengembangan produk baru mobil nasional. Mereka harus bisa akses ke teknologi, karena mau tidak mau mereka harus bersaing untuk hidup dan berkembang.

Tetapi, agar hal ini bisa terjadi, perlu disiapkan dulu siapa pasarnya untuk menyerap hasil para teknopreneur baru ini?   Di sinilah diharapkan ada produk akhr mobil nasional yang menjadi lokomotif kebangkitan industri mobil nasional. jadi harus ada dulu orang orang yang mau venture ke sana. baru pemerintah mengatur, mendorong dan memfasilitasinya. Mobil nasional menjadi sarana mereka aktualisasi membentuk kemampuan bersaing secara nyata.

Dorongan pengembangan industri komponen yang menjadi prioritas kebijakan kementrian perindustrian sulit diwujudkan bila pasarnya tidak tersedia. Industri otomotif yang sudah mapan sulit ditembus pemain baru yang notabene belum punya teknologi yang mapan. Padahal punya teknologi menjadi kriteria kemitraan rantai supply industri otomotif. Dengan teknologi mereka bisa bersaing QCD dan Teknologi yang dibutuhkan merk mobil buat bersaing bertahan hidup dan berkembang.

Pemerintah memfasilitasi agar  teknopreneur ini subur berkembang dan berkonglomerasi membentuk struktur indiustri yang sehat dan berdaya saing, tanpa harus diintervensi dengan kebijakan-kebijakan yang memihak kepada merk asing yang berdampak pada mematikan industri mobil nasional milik kita sendiri yang sedang dalam proses pengembangan.

Pemerintah bisa memulai usaha ini dengan menyusun grand design dari industri otomotif nasional.  Mulai dari pasar sampai dengan target untiuk masing masing tahap business process. Set sasaran sasaran dengan  target yang dapat dicapai berdasarkan masing masing tahap tersebut. Kembangkan pasar mobil nasional ini melalui skema pembelian pemerintah, pemerataan ke daerah dan sebagainya. Buat insentif fiskal berdasarkan pencapaian target seperti dulu kita lakukan insentif untuk muatan local content, dsb.

Jadi peran pemerintah adalah mengembangkan peta jalan menuju ke sana dan mengendalikannya. Biarkan swasta yang menjalankannya.

Membangun Mindset Industri Mobil Nasional


Mobil Nasional sering dipandang memiliki dua muka.  Sering Mobil Nasional dipandang sebagai tahayul yang ditakuti, dijauhi, dipandang tidak ada gunanya dipikirkan bila kita tidak punya uang. Dibilang adalah dosa bila kita menggunakan uang yang hanya sedkit untuk sesuatu yang resikonya terlalu besar.

Di pihak lain, Mobil Nasional digambarkan terlalu sederhana. Seakan-akan asal bisa gabungkan komponen-komponen mobil, setiap orang yang memiliki bengkel bisa bikin Mobil Nasional. Mobil Nasional dipersepsikan secara naif sehingga ditertawakan dan ditinggalkan orang karena dianggap sebagai mainan penghayal yang tidak serius dan tidak memiliki prospek bisnis yang nyata.

Sering kita dengar bahwa orang Indonesia punya hambatan kultural untuk menjadi pelaku industri karena latar belakang kultur kita agraris yang kurang proaktif cenderung menunggu, lebih biasa dengan budaya lisan kurang mampu menulis, kurang kepekaan terhadap waktu dan angka, kurang mampu analysis bertindak segera dan cepat, mudah kompromi dan merubah sasaran, cenderung berusaha secukupnya dsb.

Tetapi fakta di industri yang ada menunjukkan bahwa dengan management yang baik, bila disediakan pengaturan yang baik, orang Indonesia mampu lebih baik dari bangsa lain, sebut saja dibandingkan dengan orang Jepang misalnya.

Yang penting adalah perencanaan dan persiapan untuk pengendalian yang baik selalu harus ada.

Kelemahan kita umumnya kurang perhatian dan persiapan untuk meng-establish mindset ini. Padahal tidak selalu bahasa dan sistem nilai masing-masing orang itu sama, sedangkan industri menuntut orang bekerja seperti robot, dengan sikap yang sama, ketrampilan yang standard, metoda, bahan dan alat yang standard, sasaran dan jadwal waktu yang direncanakan dsb.

Mindset industri harus disiapkan bersamaan dengan set up perusahaan, penyiapan produk dan fasilitas produksinya. Harus ada kesadaran bahwa nyawa atau jiwa industri ini tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi harus disepakati, dibina dan direncanakan, dipelihara dan dikembangkan. Nyawa ini sering terlihat menjadi ciri yang membedakan antara industri yang dibina dengan campur tangan asing (pma misalnya) dengan industri yang sepenuhnya dikembangkan lokal.

Beberapa point mindset yang dibutuhkan bila kita ingin membentuk industri mobil nasional diantaranya adalah aspek-aspek seperti berikut:

1. Bertindak sesuai standard.

Ada definisi dan aturan yang ditetapkan untuk segala sesuatu yang menyangkut metoda, alat, proses dan ukuran keberhasilan proses, pengetahuan dan ketrampilan, produk dan ukuran keberhasilan produk, dll. Segala sesuatu disiapkan aturannya, pedoman pelaksanaan dan target pencapaiannya, batasan waktu, tempat dan kriteria yang jelas. Mula-mula, setiap yang berulang, selalu harus punya aturan yang disepakati. Kemudian kesepakatan yang terbukti baik harus dituliskan sebagai stadard. Akhirnya hanya dengan standard itu pekerjaan boleh dilakukan. Standad itu sewaktu-waktu ditinjau kembali dan standard dirubah untuk perbaikan, bila ada yang lebih baik. Setiap hal ada standarnya sebagai pedoman kerja dan acuan penilaian hasil kerja. Standard ini menjadi referensi acuan dan semangat untuk pengaturan selanjutnya yang berkembang dan selalu ditingkatkan. Standard mencakup semua aspek teknis operasional, aspek ketenaga-kerjaan, keuangan dan administrasi umum yang diperlukan oleh bisnis.

Contohnya:
-Setiap barang punya lokasi tempat yang ditetapkan dan barang tersebut selalu diatur kembali ketempatnya pada waktu yang ditetapkan pula.
-Setiap proses punya syarat ketrampilan apa yang dibutuhkan dari operatornya, jelas batas baik buruknya, jelas urutan kerja dan ukurannya, jelas alat dan bahannya, jelas cara kerjanya, jelas kondisi kerjanya, jelas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dst.
-Setiap material yang digunakan punya tuntutan spesifikasi yang jelas dan dipastikan bukti pemenuhannya dengan sampling pengujian berkala dsb.
-Setiap lokasi dan aset ada penanggung jawabnya dengan aturan kebersihan, keteraturan, pemeliharaan yang jelas.

2. Bekerja sistem penyusunan program dengan target dan sasaran yang jelas.

Seperti juga dengan standard untuk aturan umum, program yang dijalankan selalu berdasarkan rencana dan sasaran yang sudah disepakati bersama sebelumnya.

Pengaturan kerja memastikan koordinasi dan sinkronisasi sinergi antar bagian untuk optimisasi sumber daya yang terbatas.

Agenda dan jadwal pekerjaan. prioritas dan pembagian kerja selalu harus jelas dan disepakati sebelumnya.
Sehingga Deming mengambarkannnya dalam suatu siklus PDCA (Plan, Do, Check dan Action). Perencanaan harus menyeluruh dan memenuhi unsur 5W + 1H yang mewakili seluruh aspek yang harus dipersiapkan.

Target harus diambil secara SMART (Simple, Measurable, Achievable, Reasonable dan Timely). Ada daftar dari parameter dan variabel yang dipilih sebagai ukuran dengan nilai pencapaian yang dituntut yang disepakati sebagai ukuran keberhasian yang dievaluasi dari waktu ke waktu. Hasil kerja dilaporkan, dibandingkan dengan rencana, dianalysis dan diambil keputusan tindak lanjutnya secara berkala. Sehingga akhirnya dapat kita lihat, setiap keputusan selalu diikuti dengan control point ukuran keberhasilan yang menjadi sasarannya.
Program disusun lengkap dengan kebutuhan spesifik tenaga kerja dan anggaran biaya yang dibutuhkan.

3. Punya metoda, standard kerja yang dilengkapi dengan ukuran-ukuran pencapaian, ukuran-ukuran kualitas yang diharapkan, batasan-batasan kondisi kerja, data empiris untuk performance, bench mark untuk best practice, dsb.

Metoda ini memiliki referensi yang jelas yang digunakan sebagai patokan dasar untuk perencanaan kualitas, design dan pengembangan perbaikan selanjutnya. Standard kerja ditetapkan untuk setiap langkah proses yang dilaksanakan untuk setiap item produk yang dikerjakan. Standard kerja menjamin efektifitas dan efisiensi keja dan keandalan untuk kemampuan proses. Perencanaan standar kerja ini ditetapkan bersamaan pada saat perencanaan kualitas dalam pengembangan setiap produk baru dan dievaluasi untuk dikembangkan untuk perbaikan selanjutnya. Pengembangan produk harus disertai dengan perencanaan kualitas secara bersamaan, sehingga ada jaminan bahwa produk yang dikembangkan sesuai dengan harapan pembeli.

Pengetahuan yang melampaui kebutuhan operasional saat ini perlu ada untuk menjamin tersedianya solusi dan kemampuan bersaing dan berkembang dalam menghadapi perubahan di pasar.

4. Punya system untuk komunikasi, perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, penanggulangan masalah, penanganan penyimpangan, pengambilan keputusan, peninjauan. penilaian, pengembangan dsb.

System ini mengatur pembagian kerja dengan tugas, sasaran dan kewenangan yang jelas. System ini mengatur aliran kerja dangan kriteria hasil yang jelas. System harus mengakomodasikan aturan untuk penanganan terhadap penyimpangan, rencana darurat bila terjadi penyimpangan serta langkah penaggulangan masalah yang terjadi. System harus mendefinisikan langkah yang disepakati untuk perencanaan bisnis, perencanaan kualitas, pengembangan produk, perencanaan produksi, pemasaran dan penjualan serta dukungan finansial, administrasi umum dan general affair.

5. Punya nilai-nilai perilaku yang disepakati sebagai kultur kerja yang diharapkan dan diterapkan secara konsisten. Pembentukan sikap, nilai dan norma bersama ini dibuat tertulis, dituntut dan diucapkan sebagai permintaan, dicontohkan atasan dan dijaga dengan reward dan punishment yang konsisten.

Terbinanya iklim komunikasi yang sehat perlu untuk memperkecil friksi dan hambatan untuk bekerja sama secara fair, firm and friendly. Spirit kerja yang tinggi mendukung kreatifitas dan produktivitas kerja. Pembentukan team work disupport oleh sikap saling menghargai, tidak saling menyalahkan, orientasi terhadap solusi berdasarkan kesepakatan bersama, penghargaan yang setimpal untuk prestasi, kesempatan yang sama untuk berkembang, perlakuan yang adil dalam pengaturan upah dan penyelesaian konflik dsb.

6. Menguasai detail setiap langkah proses bisnis dan proses transformasi material untuk produk yang dihasilkan.

Penguasaan proses memastikan tercapainya kualitas yang direncanakan dengan tingkat harga yang sesuai untuk mencapai profit yang ditargetkan. Penguasaan proses memungkinkan pengambilan keputusan yang optimum berdasarkan pertimbangan cost benefit ratio yang jelas unuk mencapai efektifitas, efisiensi dan produktifitas yang diharapkan. Penguasaan proses mendorong usaha menciptakan ongkos produksi serendah-rendahnya melalui improvement. Penguasaan proses memastikan kualitas hasil yang direncanakan dan kemampuan recovery bila terjadi penyimpangan yang tidak diharapkan. Pelatihan yang memadai memastikan operator yang siap dan handal. Penguasaan proses memastikan keandalan sistem produksi dengan pengendalian kemampuan proses secara konsisten tanpa harus terkaget-kaget dengan hambatan tiba-tiba yang tidak diharapkan. Pada dasarnya, bila prosesnya tidak dikuasai, sebaiknya jangan berbisnis. Karena tanpa penguasaan proses bisnis sulit dikendalikan.

7. Menguasai medan, pergerakan, trend perkembangan pasar dan bisnis secara keseluruhan.

Profit harus selalu menjadi tujuan dari bisnis, sehingga pendapatan perusahaan dapat selalu berkembang, mengimbangi kenaikan biaya overhead. Perlu kesadaran bahwa semua operasional disesuaikan dengan tujuan bisnisnya. Sehingga bisnis harus direncanakan, direview dan dievaluasi secara berkala. Perlu disiapkan alat untuk memonitor dan menganalysis perubahan yang terjadi di pasar. Sehingga mampu mengantisipasi perubahan dan merencanakan ekspansi sesuai sasaran yang tepat untuk sustainable dan berkembang di pasar.

Perlu kemampuan untuk mengantisipasi perubahan moneter dan hambatan finansial, financial engineering untuk pendanaan dsb. Perlu disadari bahwa profit harus didapat dari efisiensi dengan membuat ongkos produksi serendah-rendahnya dan menghindari pemborosan dari penyimpangan yang terjadi terhadap rencana.