Senin, 28 Januari 2013

Analisis Kebijakan Mobil Murah di Indonesia

Pembeli barang selalu mengharapkan bisa membeli barang murah. Artinya dia keluarkan uang sedikit, tetapi dia mendapatkan barang yang nilainya bagi dia lebih besar dari nilai uang yang dikeluarkan. Jadi nilai taksiran oranglah yang menjadi acuannya, sesuai dengan nilai nilai estetik, kualitas dan pemahaman teknis yang dimiliki orang tersebut. Nah, bila sekarang pemerintah memunculkan program mobil murah, sasarannya tentu ada harga mobil yang lebih murah dari rata rata yang ada saat ini untuk spesifikasi dan kualitas yang sama dengan mobil yang ada di pasar saat ini.

Kenapa pemerintah memunculkan issue ini, ada beberapa kemungkinan yang bisa dikemukakan.

Mungkin pemerintah ingin memperbesar volume penjualan mobil di Indonesia. Pemerintah ingin membela konsumen agar mobil bisa didapat dengan uang yang lebih sedikit. Sehingga konsumen akan lebih mampu beli mobil, volume penjualan membesar. Dari segi komposisi nilai devisa yang tinggi dalam ongkos pembuatan mobil, tentu penaikan volume ini menguntungkan pihak luar, baik negara asing maupun perusahaan asing yang menguasai industri mobil nasional. Keuntungan bagi pihak dalam negeri didapat tidak sebesar yang diperoleh oleh pihak asing, karena kenyataan saat ini dalam struktur ongkos mobil porsi nilai asing lebih besar dari pertambahan nilai yang dibuat di dalam negeri. Bila kebijakan mobil murah ini bisa diikuti dengan kebijakan mendorong usaha mempertinggi nilai tambah nasional, itu baru kita bisa acungkan jempol buat pemerintah saat ini. Bila tidak, artinya pemerintah belum punya akal yang cerdik untuk mendorong usaha peningkatan nilai tambah dalam negeri.

Mungkin juga pemerintah ingin meningkatkan laju pertumbuhan industri mobil dibandingkan dengan industri sepeda motor. Penggunaan mobil secara teknis transportasi lebih dibela dibandingan dengan penggunaan sepeda motor. Pengadaan mobil murah akan memecah segmen pemakai motor secara berarti.

Bila kebijakan mobil murah pemerintah dimaksudkan untuk berpihak kepada industri otomotif, ingin memajukan industri otomotif dalam negeri, maka kebijakan ini tidak merubah apa apa dari segi tata hubungan industri yang ada tanpa adanya kepemimpinan yang berani merubah tatanan industri otomotif yang sudah dikuasai asing. Bila dengan kebijakan ini diharapkan industri komponen bisa lebih berkembang, maka keinginan ini cuma wishful thinking yang tidak ada dasarnya. infrastruktur industri komponen dalam negeri sudah hampir seluruhnya dikuasai oleh pemilikan asing. Industri pribumi lokal tidak bisa berkembang karena tidak mampu masuk ke standard kerja yang ditetapkan pembeli OEM yang nota bene adalah milik merk asing seluruhnya. Industri dalam negeri didorong untuk masuk ke supplier lapisan kedua (second tier supplier), sebagai contract manufacturer yang profitnya dicatu oleh pembeli. Dalam second tier supplier nilai tambah dari engineering sangat rendah, sehingga yang bisa dijual hanya cost dan profit yang sudah sangat jelas dan tidak mungkin bisa besar. Kalau harga jual mereka meningkat, pembeli langsung lari ke orang lain karena teknologi mereka relatif rendah dan siapapun bisa masuk dan mengerjakan proses yang mereka miliki. Industri seperti ini seperti industri yang numpang hidup kepada pembelinya, first tier supplier.

First tier supplier diandalkan oleh pembuat mobil sebagai sumber perkembangan trend teknologi. First tier supplier lebih menguasai teknik yang menyangkut komponen mereka dibandingkan dengan pembuat mobil. Misalnya pabrik ban terus mengembangkan trend performance dan kualitas ban. Pabrik ban punya research dan kemampuan teknologi yang secara sadar terus dikembangkan untuk mampu bersaing. First tier supplier masih bisa punya nilai tambah yang lebih besar karena umumnya mereka diandalkan sebagai partner oleh pemegang merk OEM. Hubungan mereka dengan pembuat mobil lebih jangka panjang karena mereka memiliki teknologi dan kompetensi yang dibutuhkan pembuat mobil untuk bersaing jangka panjang. Jangan harap industri komponen lokal Indonesia bisa ujug ujug dipercaya oleh pembuat mobil tanpa mampu menunjukkan bukti kesetaraan mereka dengan pembuat mobil dalam hal kompetensi dan teknologi. Tanpa teknologi industri komponen tidak mungkin bisa bersaing lebih reliable, lebih murah, lebih efisien, lebih cepat, lebih ajeg, lebih konsisten, lebih menarik, serta lebih lebih lain yang harus dimiliki untuk bisa bersaing. Jangan harap industri komponen berlindung dengan kooptasi, KKN atau hubungan opportunistik lainnya tanpa memiliki sikap dan kompetensi secara profesional. Ini bisnis bung, semua harus bisa jelas dihitung untung ruginya.

Dengan demikian, tidak jelas hubungan antara kebijakan mobil murah terhadap peluang tumbuhnya industri komponen baru, karena pembuat mobil tidak mau berurusan dengan pihak pihak yang tidak kompeten, opportunistik, yang kagetan masuk industri lalu lari lagi kalau ada masalah. Sialnya, peluang ini sering dilihat salah oleh pihak yang belum mengenal medannya. Sehingga program mobil murah digambarkan sebagai peluang untuk mulai investasi baru di industri komponen tanpa sikap dan persiapan yang tepat. Ini sangat berbahaya, karena program mobil murah sama sekali tidak menjanjikan pelindungan dan pembinaan industri yang terstruktur yang sering diharapkan oleh pemain baru.

Dari mana penurunan cost untuk mobil murah bisa didapat?

Pertama, tentunya dari spesifikasi jenis mobil yang berbeda dengan yang ada di pasar saat ini. Masuk celah pasar dengan spesifikasi berbeda. Jenis mobl berbeda dengan struktur biaya dan segmen harga berbeda juga.

Kedua, dengan penggunaan off shelf parts yang tersedia di pasar, sekiranya masih lebih murah dari pada bila harus mengembangkan komponen baru sendiri. Pemilihan part yang sudah ada belum tentu ideal, karena belum tentu sesuai dengan kriteria design secara teknis yang ditetapkan pada rencana awalnya. Umumnya pemakaian replacement part lebih mahal, karena strategi harga spare part dari pemegang merk. Penggunaan part secara common use tidak semudah yang dibayangkan. karena banyak aspek teknis dan komersial harus dipertimbangkan. Pemilik property design akan memanfaatkan peluang ini untuk cari untung, buat apa mereka menguntungkan pesaing, bukan? Penggunaan part after maret berpeluang bermasalah legal bila tidak dinegosiasikan sebelumnya. Pemerintah bisa berperan dengan mengambil porsi pengembangan. Design dan development komponen utama dibiayai dan dikoordinasikan oleh pemerintah. Termasuk distribusi siapa yang berhak menggunakan komponen utama tersebut bagi aplikasi sesuai design mobil masing masing.

Ketiga, berikutnya adalah dari spesifikasi design. kecerdasan designer total kendaraan dan designer masing masing komponen dalam pemilihan bahan, proses dan penyiapan alat bantu produksinya tanpa mengorbankan kualitas, unjuk kerja fungsi, kenyamanan, kehandalan dan kekuatan. Kompromi antara investasi dan biaya produksi per piece. Pemilihan material menjadi penentu keuntungan karena harga jual sudah ditentukan pasar.

Keempat, dari kesediaan pemerintah untuk mmemberi insentif fiskal. Pembebasan bea masuk. Keringan pajak bagi industri yang melakukan R & D. Menyediakan pembebasan pajak bagi pengembangan komponen strategis. Menyediakan bantuan finansial untuk penyediaan raw material strategis secara murah. Mengkonsolidasikan pembelian agar mencapai kuantitas yang ekonomis, menanggung beban inventory dan sebagainya.

Kelima, mengatur tata niaga penjualan kendaraan khusus mobil murah sehingga distribution cost bisa ditekan lebih kecil dari 10 persen dari harga jual pabrik.

Idealnya, bila ada pihak yang mau mengembangkan merk baru, lokal dan murah, maka mereka bisa dijadikan sebagai titik tumbuh bagi industri komponen baru. Contohnya, Kymco dulu berniat memboyong 19 industri komponen Taiwan baru sebagai pendukungnya. Atau Timor yang juga berniat membina industri di hulunya yang ditempatkan dalam suatu industrial estate di Cikampek. Diharapkan sebenarnya pemerintah bisa berperan untuk menanggung sebagian risiko yang harus dihadapi pemain baru lokal. Bila pemerintah bisa memberikan iklim yang baik dalam suatu tatanan peraturan yang kondusif bagi tumbuhnya lokomotif industri otomotif dalam bentuk merk lokal yang diikuti oleh pengembangan kemampuan design dan pengembangan lokal, beserta dengan industri investasi baru para pendukungnya, maka baru program ini bisa membuka peluang usaha yang semakin semarak.

Bila pemerintah bisa mengatur prioritas pengembangan infra struktur industrinya lengkap dengan insentif yang merangsang orang masuk investasi di sana, menyediakan pasarnya dengan skema pembelian pemerintah yang konsisten, atur distribusi penyebaran kendaraan ke daerah, sediakan insentif fiskal bagi pelaksana R&D, insentif fiskal bagi industri komponen baru, insentif fiskal bagi pemasukkan material khusus yang volumenya belum bisa besar, sediakan bantuan grant bagi development cost pengembangan komponen strategis seperti engine, transmissi, axle dsb, sediakan pinjaman dengan skema khusus untuk industri mobil lokal, pemerintah menanggung biaya inventori industri komponen yang hasilnya dijual ke pemerintah, batasi harga jual terendah mobil kecil merk luar dsb. Banyak cara bisa dipikirkan tanpa merintangi kemajuan industri merk asing yang sudah ada saat ini.

Tanpa disertai konsep yang menyeluruh, sampai titik ini pemain industri otomotif lama masih lebih diuntungkan. Mereka bisa menggunakan data global purchase, bisa mengkonsolidasikan volume pembelian untuk bargaining position yang lebih baik, punya teknologi untuk VAVE mencapai titik optimum biaya produksinya secara komprehensif. Baik product engineeringnya, manufacturing process engineeringnya maupun management produksi untuk mencapai titik yang optimum secara cost umtuk menghadirkan mobil murah.

Yang kita rindukan sebenarnya adalah pemerintah menyediakan porsi pasar tertentu untuk digarap secara profesional oleh sumber daya dalam negeri. Seperti dulu dipilih pengembangan kendaraan komersial untuk diprioritaskan dengan import duty nol persen. sayang arah ini tidak dilanjutkan secara konsisten, sehingga tidak terasa efeknya terhadap kehidupan industri otomotif saat ini. Pemerintah merangsang dan melindungi investasi secara berpihak ke pengembanan industri komponen dalam negeri yang memiliki kompetensi yang cukup untuk bertahan dalam jangka panjang.

Tetapi kebaruan investasi ini tentu perlu menggunakan entry point yang tepat untuk secara rasional memang adalah pilihan yang tepat bagi konsumen dalam membuat suatu keputusan pembelian yang optimum. Entry point ini yang secara teknologi dikaji agar investasi ini bisa diposisikan dan dipasarkan sebagai sesuatu yang baru, yang lebih baik, yang berbeda, yang memenuhi kebutuhan spesifik secara lebih tepat dibandingkan dengan barang barang yang ada di pasar saat ini. Peluang ini harus dimanfaatkan secara profesional, oleh orang orang yang profesional di bidangnya secara matang. Jadi jangan sampai peluang ini jadi ladang trial and error yang kurang dipersiapkan secara tebak tebakan, untung untungan. Image mobil murah nasional harus didukung dengan persiapan yang memadai. Ini dilemmanya, orang industri otomotif tidak berani merespons signal pemerintah dengan positif, sedangkan orang di luar industri otomotif terlalu optimistik tanpa knowhow yang cukup. Bila mobil murah akhirnya lahir dipersepsikan sebagai mobil murahan, maka tamatlah kepercayaan publik kepada kesungguhan pemain industri otomotif di Indonesia. Industri otomotif akan lebih carut marut bila perubahan ini tidak dikendalikan dan ditata secara benar. Jadi belantara saling bunuh hukum rimba yang merugikan investasi dan produktifitas dana secara nasional.

Tanpa pengaturan yang cermat bagi kebijakan ini, maka proyek ini bisa menjadi backfire bagi industri otomotif nasional.

Jadi harga murah tidak harus mengorbankan kualitas buat konsumen. Murah harus dicapai dengan upaya teknologi agar lebih efektif, efisien, produktif sehingga QCDSM tercapai. Secara profesional.

Kebijakan dan Politik Pemerintah dalam industri otomotif

Bangkitnya industri otomotif China mulai bisa kita rasakan saat ini. Beberapa merk sedan, SUV dan truk mulai tampak di jalan. Bukan hanya di Indonesia, mungkin saat ini sudah lebih dari 6 merk sudah masuk pasar Amerika Serikat. Dilihat dari volumenya, diam-diam China sudah menjadi pasar otomotif terbesar di dunia yang menembu angka 10 juta sales pertahun. Bila dilihat sejarahnya, China membina industri otomotif mulai dari kendaraan untuk militer dan pertanian. Knowhow untuk pengembangan produk, terutama industri parts, sudah mapan sejak tahun lima-puluhan. Engine, axle, transmission sudah biasa mereka design dan produksi. Maka tidak mengherankan bila pada awal tahun 90an ada lebih dari 200 merk mobil di China, merk asing dan merk lokal. Maka melihat ketidak-effisienan ini, pemerintah China berusaha melakukan program rasionalisasi. Regrouping, industri otomotif dihimbau untuk merger dan penataan ulang perizinan. Modal dan teknologi kuat dari luar diundang untuk menjadi katalisator proses rasionalisasi ini. Jumlah merk ingin dikurangi, harapannya akan tercapai volume yang lebih ekonomis untuk berkembang wajar. Dalam rencana pembangunan strategis China saat itu, Industri otomotif secara explisit dijadikan pilar pertumbuhan industri dengan penjabaran yang detail untuk pengelolaan dan penunjukan pihak-pihak yang in charge secara jelas.

Kembali ke situasi saat ini di negeri kita. Sebagai orang awam, kita mendengar kebijakan prioritas kita bukan Mobil Nasional, tetapi mobil murah. Mobil murah itu bisa siapa saja yang mewujudkan. Bisa juga merk yang dimiliki oleh orang luar tetapi beroperasi di Indonesia. Yang penting ada kegiatan ekonomi, ada lapangan kerja, ada komponen lokal yang melibatkan sebanyak-banyaknya orang Indonesia. Fokusnya di pengembangan komponen lokal, sehingga substitusi import bisa terjadi dengan sendirinya bila komponen lokal mampu bersaing secara Quality, Cost, Delivery dan aspek lainnya seperti Technology, Morale, Services dll.

Tetapi jangan lupa bahwa pemilik merk mobil hanya mau bekerja sama dengan pihak yang mampu memberi input teknologi lebih kepada mereka. Hanya yang memiliki kemampuan development yang masuk hitungan mereka. Mereka hanya mau berurusan dengan supplier yang punya teknologi agar bisa mengandalkan supplier mengambil porsi lebih besar dalam membangun nilai tambah bagi bisnis mereka. Suatu bentuk risk sharing yang cerdik.

Bukan hanya sekadar cost yang lebih murah untuk sasaran jangka pendek, tetapi mereka lebih membutuhkan dukungan supplier yang mampu memberikan Competitive Advantage untuk persaingan jangka panjang.

Sehingga kembali suppier yang hanya bisa meniru bentuk tidak akan mampu bersaing dan ditinggalkan oleh pemilik merk luar. Sehngga, kembali, tanpa lokomotif yang menarik supplier itu untuk maju bersama, kita akan selalu ketinggalan. Akibatnya, first tier industri supplier kita dikuasai oleh pihak asing, terutama Jepang. Supplier lokal kebanyakan hanya menjadi second tier denganprofit yang terukur, dicatu sehingga mereka tidak mampu bekembang dari hasil profit.

Pada perioda tahun 70 an sampai awal 90an, keterlibatan pemerintah kita dominan untuk mengarahkan perkembangan industri otomotif. Mulai dari pemilihan prioritas pengembangan untuk kendaraan niaga dengan insentif bea masuk nol, target local content dan lain-lain sampai dengan konsep Kendaraan Bermotor Niaga Sederhana yang didukung untuk dikembangkan.

Konsepsi strategis seperti itu saat ini kurang terdiseminasi ke lapangan, sehingga masing-masing unit industri sibuk sendiri-sendiri dan sinergi hanya terjadi di dalam kerjasama di dalam program suatu merk. Padahal pelajaran harus diambil dengan melihat apa yang terjadi Thailand saat ini, dimana merk-merk yang tadinya merasa mapan dengan strategi pemindahan basis industri ke Thailand mulai berfikir ulang untuk invest di tempat lain. Ternyata nothing lasts forever, secara alami perubahan terus terjadi. Pola migrasi industri textile jangan-jangan terulang kembali. Atas nama cost benefit, industri otomotif berpindah lokasi meninggalkan aset usang yang segera akan menjadi tidak berguna setelah ada perkembangan teknologi baru. Pada saat itu terjadi, mampukah kita memanfaatkan aset yang tinggal, baik itu aset tetap maupun spirit, knowhow dan kompetensi pelaku industri untuk persaingan dikemudian hari? Bukankah kita harus belajar dari pengalaman dengan industri textile, microchip dan industri sepatu dulu?

Langkah antisipatif China untuk menguasai pasar baja dunia di 20 tahun ke depan akan membawa kemampuan saing mereka di indusri otomotif semakin tinggi di masa dekat ini. Strategi Jepang untuk menguasai pasar jasa logistik dunia diyakini dapat membantu mereka survive pada saat industri manufaktur mereka mendapatkan saingan yang lebih berat. Langkah strategis seperti ini diperlukan bila kita ingin melindungi kepentingan kita di masa depan.

Ada adagium pengembangan diri yang dapat diterapkan untuk situasi ini, bila kita tidak ambil tanggung jawabnya (to be responsible), kita akan jadi mangsa (victim) orang lain. Kadang-kadang ini tidak bisa jadi pilihan. Ini keharusan bila dilihat dari konteks persaingan global.

Selain upaya membuat tamu kita industri dari luar tetap betah tinggal di Indonesia selama mungkin, kebijakan industri otomotif harus tegas menampilkan harapan kita, membela kepentingan nasional. Memperkuat kemampuan negosiasi dan membentuk dasar legislasi yang kondusif untuk pengembangan daya saing industri lokal. Memperkuat kemampuan bersaing industri domestik tanpa mencederai prinsip perdagangan bebas, misalnya dengan kombinasi kebijakan-kebijakan sebagai berikut:

1. Mengendalikan pasar, seperti di India di masa lalu yang menahan pertumbuhan pengembangan produk baru. Bila pemerintah dapat mengarahkan pasar dengan aturan-aturan agar tetap menerima existing product untuk memperpanjang life cycle atau menghambat pembelian mobil baru, maka volume ekonomis akan tercapai dan investasi menjadi lebih efisien. Resikonya produknya akan tampak usang, bila dibandingkan dengan perkembangan produk di luar negeri. Seperti model mobil Ambassador di India yang tidak berubah sejak tahun 60 an sampai awal tahun 2000an, tetapi tetap dipakai sebagai mobil menterinya sampai akhir tahun 90an.

Memperbesar pasar di dalam negeri, membuka order pembelian pemeintah, memperbaiki infra struktur, merangsang pertumbuhan ekonomi, hingga ke meningkatkan daya beli.

Bahkan VW Beetle pun dipromosikan oleh Hitler untuk pemakaian pegawai negeri dengan fasiltas kredit di Jerman di masa perkembangannya dulu.

2. Mendorong industri agar lebih pintar belajar. Memberi insentif yang memberi peluang kepada industri untuk mampu mengembangkan sendiri teknologi yang sudah terkuasai, agar tetap mampu diterapkan untuk menghadapi persaingan pasar yang berkembang terus. Investasi akan intensif, produk berkembang terus sederap dengan perubahan pasar dan teknologi terus berkembang di depan merangsang perkembangan itu.

Tanpa input guidance langsung dari luar, industri otomotif harus mampu mengembangkan standard teknologi saat ini sebagai modal untuk beranjak ke standard yang lebih maju dengan belajar dari operasi sehari-hari.

Hal ini dilakukan oleh Tianjin otomotof industri di China yang 8 tahun berkembang dibawah nama Daihatsu, tetapi kemudian berdiri sendiri terlepas dari Daihatsu dengan merk sendiri. Atau seperti TATA yang semula dibesarkan dengan share kepemilikan dari Daimler, tetapi kemudian melepaskan diri. Hal ini juga dilakukan oleh Daewoo dengan GM. Spin Off ini tidak selalu disertai dengan hard feeling. Saat ini Daewoo masih bekerja sama dengan GM, TATA bekerjasama dengan Daimler. Begitu juga kerja sama antara Tianjin dengan Daihatsu. Atau Kwang Yang Motorcycle Company (Kymco) di sepeda motor yang awalnya berkembang dengan Honda di Taiwan. Kelihatannya semua pihak dapat mempertemukan semua kepentingannya secara win-win dengan pemerintah sebagai katalisatornya. Negosiasi seperti ini yang tidak dapat kita menangkan ketika Honda motor mengancam pisah dari Astra, bila Astra tetap melanjutkan proyek sepeda motor Indonesia, yang prototype type Expresa-nya dicoba oleh pak Harto keliling istana. Akhirnya proyek sepeda motor itu dihentikan dan keluar dari Astra, mungkin karena tidak cukup keterlibatan dari pemerintah untuk itu.

3. Masuk dengan strategi Blue Ocean. Menciptakan iklim untuk prioritaskan produk-produk yang tidak frontal bersaing di pasar yang terlalu ramai. Seperti contoh industri otomotif China yang masuk di pasar kendaraan militer dan kendaraan pertanian. Di sektor ini perkembangan feature produk tidak dominan menentukan sukses pemasaran.

Arah pengembangan kembali ke kendaraan niaga sebagai prioritas, kendaraan truk pertanian, kendaraan pertambangan, kendaraan perang, traktor, alat berat dan sebagainya dirangsang agar dapat tumbuh berkembang. Kembangkan kompetensinya dulu dengan produk dengan profitability tinggi walaupun volume rendah, baru kemudian volume di dapat dengan masuk ke produk yang main omzet tinggi dengan profit lebih rendah.

Seperti TATA yang mulai dengan pembuatan lokomotif 70 tahun yang lalu, kemudian beranjak ke truk, pick up dan bus sebelum masuk ke kendaraan sedan.

Pemerintah harus menyediakan opportunity market untuk infant industry seperti ini, agar pada saatnya industri otomotif dapat menjadi lokomotif penarik kemajuan industri.

4. Menciptakan aturan yang mendorong pengembangan industri hulu dan industri penunjang. Dari awal pengembangannya industri otomotif Indonesian dimaksudkan untuk dimulai dari hilirnya untuk dikembangkan ke hulu. Dari proses assembling untuk kemudian ditindak lanjuti ke kemampuan manufacturing. Mulai dari kemampuan pembuatan ke kemampuan design. Dari komponen dikembangkan ke kemampuan pembuatan materialnya. Sehingga tercipta struktur industri yang lengkap untuk memberi sumbangan maksimal penambahan nilai lokal dalam industri otomotif.

Sudah saatnya keinginan ini diterapkan dengan peraturan strategis yang mendorong pengembangan industri hulu seperti industri material dan industri peralatan permesinan sebagai industri penunjang. Perlu diaudit kembali status pencapaian saat ini. Struktur industri yang masih kosong harus dapat dipenuhi. Untuk melengkapi, yang tidak diperoleh secara gratis, harus kita beli.

Aturan dengan keberpihakan yang jelas untuk mempertinggi kemampuan lokal dibandingkan terhadap cost yang belum tentu lebih rendah. Sehinga integrasi dari semua upaya ini seharusnya dimulai dari satu program bersama yang dapat diwadahi oleh Mobil Nasional.

Kekayaan sumber daya alam lokal belum menjadi competitive advantage karena tidak siapnya broad base industri pemanfaatannya. Seperti juga komoditi sawit, kayu, karet, dan sebagainya, industri metal tidak diikuti oleh perkembangan yang serius untuk pemanfaatannya. Sehingga siklusnya terputus dan kita tetap rendah dalam daya saing.

5. Pemerintah harus mampu memanfaatkan aset nasional yang sudah tertanam dalam proyek-proyek Mobil Nasional terdahulu. Secara nasional, ada potensi yang idle tidak perform. Restrukturisasi penyelesaian masalah finansial sebaiknya dibantu oleh komitment pemerintah untuk dapat kembali bermanfaat. Siapa tahu dengan sedikit pengaturan, asetnya dapat kembali bermanfaat. Asset bekas Timor, asset Perkasa dll harus bisa dimanfaatkan.

Kembali ke contoh VW Beetle, bukan Hitler yang membawa kesuksesan bisnis VW. Setelah perang dunia II fasilitas pabrik VW di Wolfsburg hancur total. Angkatan Udara Inggeris yang ditugasi membenahi aset itu menunjuk Heinrich Nordhoff yang memulai segalanya dari nol. Dengan kegigihan, kerja keras dan ketekunannya ia meletakkan dasar sehingga VW Beetle berhasil diproduksi sebanyak 16,255,500 buah selama lebih dari 30 tahun.

Kebijakan Industri Otomotif Nasional


Akhir akhir ini pemerintah terlihat sangat gencar menggulirkan gagasan untuk mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan industry otomotif nasional. Menteri Perindustrian dalam rapat dengan DPR beberapa saat yang lalu menyatakan akan segera menggulirkan kebijakan untuk mendorong mobil murah ramah lingkungan (low cost green car, LCGC). Pemerintah pun juga terlihat gencar mendorong para pengembang untuk melahirkan mobil listrik dan menjanjikan akan memberikan insentif dalam proses poduksinya. Sementara itu, menteri perindustrian diberitakan melakukan pertemuan secara tertutup dengan petinggi sebuah industri otomotif Jepang. Pertemuan ini dicurigai melahirkan kesepakatan kesepakatan untuk memberikan “karpet merah” bagi perusahaan otomotif jepang tersebut dalam memasarkan produk mobil hybrid di Indonesia.

Kalau kita lihat perkembangan otomotif di kawasan asia timur dan tenggara, jika sebelumnya produsen dari Jepang dapat dikatakan merajai pasar mobil asia timur dan tenggara, saat ini korea selatan telah mulai memasuki pasar kawasan tersebut. Di Indonesia pun beberapa merk mobil korea selatan sudah mulai sering terlihat. Akhir akhir ini, produsen dari china pun mulai ikut meramaikan kompetisi produksi mobil di kawasan yang masih tumbuh relatif tinggi ditengah lesunya ekonomi beberapa kawasan dunia.

Tumbuhnya industry otomotif di beberapa Negara tersebut tentunya tidak terlepas dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah masing masing. Sementara itu, perngambil kebijakan industry di Indonesia belum menunjukkan arah yang jelas dalam kebijakan pengembangan industry otompotif. Kebijakan yang diambil lebih terlihat sporadif dan reaktif, bukan melewati pemikiran dan perencanaan yang matang. Bahkan langkah langkah pemerintah menimbulkan kecurigaan bahwa kebijakan yang akan diambil merupakan pesanan dari produsen produsen otomotif yang telah mapan saat ini. Produsen tersebut terus mengharapkan kebijakan kebijakan industry otomotif tetap memberikan ruang seluas luasnya kepada mereka termasuk dalam memasarkan produk baru seperti mobil hybrid.

Pasar otomotif Indonesia telah berkembang dengan baik. Setiap tahun jumlah mobil yang terjual di Indonesia terus mengalami peningkatan. Dalam waktu dekat, volume penjualan mobil Indonesia dapat menembus angka satu juta mobil per tahun. Menteri koordinator bidang perekonomian dan juga menteri perdagangan berkali kali mengungkapkan bahwa Indonesia perlu memanfatkan pasar dalam negeri yang telah memiliki skala yang besar. Pemikiran ini tentunya seharusnya ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan kebijakan dengan landasan pemikiran yang matang, termasuk dalam bidang otomotif yang skala ekonominya telah melebihi 100 trilyun setahun.

Ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah dalam menyususn kebijakan otomotif. 

Pertama, kebijakan harus mendorong proses pembelajaran bagi industri. Industri industri otomotif yang telah ada saat ini terus didorong agar “naik kelas” melalu proses pembelajaran, Untuk itu perlu terus dilakukan evaluasi terhadap industri otomotif yang ada, saat ini mereka  berada di kelas berapa. Pembagian kelas tersebut misalnya kelas 1 adalah sekedar menggunakan lisensi dalam memproduksi. Kelas kedua adalah memiliki kemampuan melakukan modifikasi produk. Kelas 3 adalah memiliki kemampuan membuat disain secara mandiri. Kelas 4 adalah mampu melakukan riset dan pengembangan sebagai landasan dalam pengembangan produk produk baru.

Kedua, kebijakan harus dapat memanfaatkan hasil pengembangan dan pengalaman di bidang otomotif yang telah dicapai saat ini. Beberapa prototype mobil telah berhasil dibuat di tanah air, namun belum berhasil ditindaklanjut dalam produksi skala masal. Akhir akhir ini pemerintah sangat gencar dalam mendorong pengembangan mobil listrik. Hasil litbang inih harus dapat dimanfaatkan secara nyata. Dari sisi penyimpanan energi, mobil listrik masih memiliki beberapa kendala untuk bersaing dengan mobil bahan bakar minyak. Namun mobil listrik memiliki kelebihan untuk beberapa bentuk penggunaan, misalnya untuk mobil dalam gedung atau mobil dalam kawasan. Sebagai contoh penggunaan, mobil listrik sangat cocok digunakan di dalam bandar udara.  Mobil listrik yang tidak mengeluarkan gas buang tentunya sangat cocok untuk tempat tempat tertutup seperti ini. Mobil listrik dapat pula diarahkan untuk mejadi mobil khusus dalam kawasan, seperti kawasan wisata, kawasan olah raga dan sebagainya. Mobil listrik yang tidak mengeluarkan gas buang tidak akan mengotori udara dalam kawasan tempat dioperasikan. Selain itu, di masa lalu pernah digulirkan proyek mobil nasional. Kegagalan dan pengalaman pengembangan industri otomotif di masa lalu harus dikaji dengan baik dan dijadikan pertimbangan dalam menyusun kebijakan di masa yang akan datang.

Ketiga, penataan pasar dan perdagangan. Di tengah kecenderungan semakin tipisnya sekat sekat antar negara, pemerintah perlu jeli dalam menata pasar otomotif dalam negeri dan kebijakan perdagangan internasionalnya. Di jerman, mobil mobil produsen jerman seperti VW sangat mendominasi jalanan jerman dibandingkan dengan mobil jepang yang sebenarnya lebih murah. Salah satu alasannya adalah jaringan purna jual mobil jerman yang jauh lebih luas dibandingkan dengan mobil jepang. Mobil jepang memang murah pada saat awal pembelian namun biaya perawatan akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan mobil jerman. Keluasan jaringan purna jual dan tataniaga suku cadang memberikan kemudahan bagi pengguna mobil jerman daripada mobil jepang.

Keempat, mendorong tumbuhnya industri komponen dan industri pendukung,  Mobil tersusun oleh ribuan  komponen. Sebuah produsen mobil biasanya akan membeli komponen komponen dari industry di sekitarnya. Industri industri komponen ini pun perlu diperkuat sehingga dapat menjadi penopang kokohnya industry otomotif nasional. Bahkan sebaiknya perlu diperkuat sampai dengan industry industry dasar pendukungnya seperti industry logam dasar dan pengolahan logam.

Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, di dalamnya tersimpan potensi dan sekaligus tantangan. Untuk itu ada 2 hal yang diperlukan, yaitu integritas dan kapasitas dari pengambil kebijakan untuk memanfaatkan potensi yang ada dan meminimalisasi daampak dampak yang ditimbulkan. Jika tidak, maka arus globalisasi dapat menjadi arus “gombalisasi” bagi industry nasional. .Industri dalam negeri tidak meningkat dan bahkan dapat turun menjadi sekelas “gombal” sobekan sobekan kain yang tidak memiliki banyak manfaat. (sohibuliman.net)

Jumat, 18 Januari 2013

Soal Mobnas, DPR Pertanyakan Keseriusan Pemerintah



Menurut anggota Komisi VI DPR RI Mohamad Sohibul Iman, program mobnas yang telah diwacanakan sejak tiga tahun lalu hingga kini belum tampak jelas arah perkembangannya. Bahkan, payung hukumnya pun belum kunjung dibuat dan diselesaikan. Sebaliknya, program sandingan mobnas, yaitu Low Cost Green Car (LCGC) atau mobil murah dengan melibatkan pabrikan produsan mobil dunia yang 'digawangi Kementerian Perindustrian, justru tampak lebih maju dan berkembang.
 
"Sementara mobnas tidak jelas arah kebijakan, perkembangan, dan rintisannya," ujar Sohibul Iman kepada JurnalParlemen, Minggu (13/1).

Iman mengatakan, sejak awal pemerintah memang membuat program LCGC atau mobil murah dan itu telah diserahkan ke Kementerian Perindustrian. Dan, Kementerian Perindustrian telah melaksanakannya. Kata Iman, LCGC adalah mobil murah yang ramah lingkungan, tetapi konsep ini berbeda dengan konsep mobil nasional. Sebab, LCGC dikembangkan pemain besar yang sudah ada.

"Makanya kemarin sudah keluar beberapa mobil yang di bawah Rp 100 juta. Itu programnya Menperin. Artinya, program pemerintah yang dimintakan Menperin," ujarnya.

Di sisi lain, kata Iman, apa yang dilakukan Menneg BUMN Dahlan Iskan dengan mobil listrik Tucuxi sebenarnya adalah program tersendiri. "Dia ingin mengembangkan dua hal, yaitu bagian dari upaya strategi pengembangan energi bahwa kita sudah tidak waktunya lagi menggunakan mobil dengan BBM tetapi harus mencari alternatifnya yaitu mobil listrik."

Kedua, pemain mobil listrik adalah pemain lokal. Nah, ini yang disebut sebagai mobil nasional. "Memang yang resmi dari pemerintah adalah yang LCGC itu, di bawah Kemenperin. Tetapi apa yang dilakukan Pak Dahlan itu bukan hal yang jelek, bagus juga. Tetapi kemudian kesannya adalah dia tidak terencana dengan baik, sporadis," katanya.

Apakah Dahlan ini melewati kewenangannya? "Yang paling tahu adalah bosnya Pak Dahlan sendiri yaitu Presiden, bagaimana Pak SBY sendiri melihat hal itu," ujar politisi PKS ini.

Karena DPR menghendaki program mobnas berjalan, Iman mengapresiasi upaya yang dilakukan Dahlan Iskan dengan pengembangan mobil listriknya  itu. Tetapi upaya-upaya itu harus terencana dengan baik.

"Yang kami sesalkan dari DPR, Pak DI ini terkesan sporadis, tidak dengan suatu perencanaan yang baik. Makanya kejadianlah sekarang ini tanpa melakukan uji kelayakan, belum ada sertifikat kelayakan untuk jalan, sudah dipakai di jalan raya. Ini kan sebenarnya hal yang sangat tidak baik. Nah itu yang sudah melebihi kewenangan Dahlan Iskan," ujarnya.

Secara pribadi, Iman sangat mendukung pengembangan mobnas, tetapi tetap harus dilakukan secara terencana, ada payung hukum jelas, dan tidak menabrak kewenangan suatu kementerian.

"Harus disandingkan antara program LCGC dengan program mobnas itu. Kalau LCGC itu kan pemainnya bisa Honda, Toyota, dan lain-lain. Tetapi untuk yang mobnas, kita minta pemainnya adalah pemain lokal."

Rabu, 16 Januari 2013

KETIKA BANJIR MERENDAM MOBIL


Musim hujan seperti sekarang yang tidak menentu sering kali mendatangkan banjir, dan ketika mobil yang sedang diparkir entah di pinggir jalan, atau di garasi terendam air jangan panik, begitu banjir surut segera lakukan langkah pemeriksaan.
1.       Jangan menyalakan mesin
Jika dipaksa mesin dinyalakan, air dapat memicu kerusakan, seperti korsleting dan mesin macet akibat oli tercemar air.
2.       Cek ECU
ECU adalah komputer yang mengatur berbagai komponen di mobil, jika ECU mobil sampai terendam akan sangat berbahaya karena jika kunci kontak nekat diputar dapat mengakibatkan komponen elektronik di dalamnya terbakar akibat arus pendek. Jika bagian ini sudah terendam sebaiknya memanggil mobil derek.
3.       Periksa alternator
Alternator adalah bagian yang mesti dicek karena posisinya yang di bawah keerap terendam air banjir terlebih dahulu. Hal yang harus dilakukan adalah menghilangkan sisa air yang menempel dengan menggunakan kompressor.
4.       Saluran udara
Jika mobil sampai terendam, Anda juga harus memeriksa saluran udara yang masuk intake manifold, kalau filter udara basah, ada kemungkinan air masuk ke ruang bakar. Hal seperti ini dapat menimbulkan kerusakan di internal mesin.
5.       Kondisi oli
Oli yang tercampur air akan berkurang kemampuan pelumasannya. Jika mobil sampai terendam banjir, ada baiknya langsung mengganti seluruh oli di mobil, meliputi oli gardan dan transmisis. Hal ini dilakukan untuk mencegah potensi kerusakan di kemudian hari akibat oli yang tercemar air yang tidak terdeteksi.
6.       Kaki-kaki
Pengecekan kaki-kaki bisa dilakukan setelah melakukan perbaikan pada sistem kelistrikan dan mesin. Air yang merendam mobil dapat merusak bearing roda. Air akan masuk ke dalam bola atau bantalan bearing dan dapat merusak gemuk pelumas atau membuat bearing berkarat.
Sistem juga perlu diperhatikan, air dapat mengkontaminasi cairan rem dan membuat kaliper berkarat. Komponen tersebut akan macet dan tidak bisa menekan kampas rem dengan sempurna.

Selasa, 08 Januari 2013

Definisi Mobil Nasional perlu diseragamkan

Kita semua tau bahwa Industri otomotif nasional adalah wacana lama, lama sekali sejak era ORBA-nya Suharto. Membuat mobil nasional adalah sebuah cita-cita bangsa ini. Sebagai sebuah ikon kebangsaan dengan sebutan mobil nasional (mobnas). Sayangnya hingga saat ini, gagasan tersebut masih berputar sebagai sebuah wacana saja. Padahal jika melihat dari kemampuan dan kapabilitas bangsa ini, sudah mampu membuat mobil sendiri, seperti yang dilakukan oleh beberapa merk2 lokal yang bermunculan sebelumnya dan produk2 mobil nasional Asianusa.

Permasalahan mendasar yang terjadi saat ini adalah terjadi banyak perbedaan dalam mendefinisikan tentang Mobnas, ada pendapat yang mengatakan bahwa mobnas itu harus mempunyai kandungan lokal tinggi, sehingga sebagian besar mempunyai kandungan lokal dan harus diproduksi di dalam negeri, ada pendapat yang mengatakan bahwa mesin harus dibuat di dalam negeri, dll.

Asianusa mempunyai definisi sendiri, definisi Mobnas haruslah mememenuhi kriteria:
  1. Konsep Perancangan oleh orang Indonesia
  2. Analisis Perancangan oleh orang Indonesia
  3. Pemilik Paten (Platform) adalah orang Indonesia
  4. Pemilik Perusahaan adalah orang Indonesia
  5. Manufaktur dan Assembly adalah orang Indonesia
Poin 1 sampai dengan 5 di atas ini sangat penting, karena ini menyangkut NILAI TAMBAH dari sebuah produk. Nilai Tambah sebuah produk jika hanya berpedoman pada Kandungan Lokal saja, maka nilai tambah nya akan relatif kecil (perhitungan nya sudah standar yaitu: berat bahan baku + tenaga kerja + depresiasi mesin + profit). Untuk memperbesar nilai tambah haruslah ada KANDUNGAN TEKNOLOGI. Tanpa kandungan teknologi, maka nilai tambah dari sebuah produk hanyalah relatif kecil.

Kriteria Asianusa tersebut memiliki 2 hal penting yaitu Nilai Tambah Kandungan Lokal dan Kandungan Teknologi, jika bahan bakunya ada di dalam negeri dan jika semuanya dilakukan di dalam negeri maka keuntungan nya akan dinikmati di dalam negeri.

Bisa dibayangkan yang terjadi saat ini jumlah kendaraan di Indonesia saat ini lebih dari 75 juta yang semuanya tidak ada satupun merk dan platform yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kemana larinya nilai tambah dari kandungan teknologi tersebut ?

Selama ini yang kita nikmati hanyalah bahan baku lokal + upah tenaga kerja + sedikit profit (kebanyakan mesin2 manufaktur juga impor sehingga biaya mesin/depresiasinya terbang keluar negeri lagi). Semua Nilai Tambah Teknologi dibawa ke negara asalnya masing2, belum lagi karena kurangnya pengetahuan teknologi dari bangsa Indonesia para prinsipal berargumen bahwa Indonesia tidak mempunyai bahan baku atau bahan setengah jadi A, B, C dll sehingga harus impor.

Katakanlah bahwa kita tahu kalau bahan bakunya bisa diadakan lokal, tapi sebagai prinsipal mereka berhak dan tetap akan mengatakan bahwa bahan baku kita tidak memenuhi syarat teknis digunakan untuk merk yang dimilikinya, karena selain mereka akan mencari tambahan profit dari bahan baku atau setengah jadi yang diimpor, juga semangat nasionalisme untuk menjual bahan baku negaranya, selain itu supaya royalti teknologi yang mereka peroleh agar tidak berkesan terlalu besar :)

Pertanyaan yang harus kita jawab adalah apakah jika sebuah mobil mempunyai kandungan lokal 100% tetapi Teknologinya adalah milik asing bisa disebut sebagai Mobil Nasional ?

Merk dan Platform

Untuk menyederhanakan dalam menjelaskan merk dan platform untuk mobil, mari kita analogikan sebuah tubuh manusia, yang terdiri dari:
  1. Nama Orang, sama dengan Merk
  2. Tubuh (Rangka, Daging dll), sama dengan Platform (Chasis, Frame Body)
  3. Jantung , sama dengan Mesin (Bisa mesin piston, mesin listrik, mesin hybrid)
  4. Darah, sama dengan Bahan Bakar
  5. Otak, sama dengan Sistem Kontrol
Dalam Industri otomotif, hal yang paling penting adalah Merk dan platform dan ini yang dijadikan sebagai dasar untuk mendapatkan HAKI. Dan dalam industri otomotif ini disebut PRINSIPAL.

Jadi mesin itu walaupun sebagai hal utama (krn identik dengan jantung) tetapi ini kita bisa rubah2  misalnya dari mesin piston dirubah menjadi mesin listrik, mesin hybrid)

Sementara Bahan Bakar identik dengan darah, bisa dirubah2 misalnya dengan merubah bahan bakar menjadi etanol, nabati, atau menambahkan konverter kit maka bahan bakar dirubah menjadi gas.

Otak adalah fungsi utama karena sebagai fungsi kontrol, dimana dalam kendaraan ini adalah ECU, EFI, dan lain2 yang berfungsi untuk mengkontrol.

Beberapa merk mesin mempunyai karakteristik mesin yang sama, yang berbeda hanyalah cover merk nya dan sistem control ECU nya.

Jadi Merk dan Platform adalah bagian yang utama dalam industri otomotif yang harus dikuasai jika ingin mengembangkan industri otomotif nasional.

Perlu diketahui bahwa Industri otomotif nasional adalah industri bangsa yang tidak musti canggih pada awalnya. Teknologi dari industri ini sudah ada dan dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Membangun industri otomotif adalah membangun sebuah infrastruktur skala besar dan ekosistem jaringan terpadu.

Bukan sekedar merakit dan menciptakan unit mobil-nya saja (prototype), atau membuat mobil dengan merubah2 sedikit dari mobil2 yang ada (ini disebut modifikasi), atau hanya merubah bodynya (ini disebut Karoseri) hanya sekedar mengganti mesin menjadi motor listrik saja (ini masuk kategori modifikasi). Hal yang paling parah adalah merubah platform tanpa dasar perhitungan teknis yang memadai !


Apakah definisi Mobil nasional perlu diseragamkan ?

Dalam hal ini wajib untuk diseragamkan tentang definisi mobil nasional, karena saat ini banyak sekali perbedaan definisi mobil nasional, dan tampaknya pemerintah juga mempunyai definisi yang berbeda untuk Mobil Nasional. Jika ini tidak diseragamkan maka yang akan timbul adalah Mobil Nasional Versi A, Versi B, Versi C dan lain2 yang tentunya ini akan membingungkan dalam membuat kebijakan2 yang bertujuan untuk memajukan mobil nasional, seperti yang terjadi saat ini ada regulasi versi A, versi B dan lain2 sehingga upaya untuk memajukan mobil nasional tidak akan tercapai karena tidak fokus.

Untuk memajukan mobnas harus dibuat Undang-Undang sehingga ini bisa jelas dan konsisten untuk dijalankan secara berkelanjutan (tidak dipengaruhi oleh penggantian pemimpin dan DPR). Selama tidak ada UU nya, sampai kiamat untuk menjadi prinsipal di Indonesia adalah hal yang sangat sulit. Seandainya tidak bisa dengan UU, paling tdk dengan "Very Strong Government Policy" utk Mobil yg dibuat oleh  prinsipal Indonesia. Karena "otak"nya Otomotif di Indonesia ini masih di negeri asalnya sana, bangsa kita hanya jadi "tukang jahit" bukan "perancang" nya.

Kebijakan dan Aturan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) tampaknya tidak di desain untuk kepentingan inovasi teknologi nasional, hanya bahan baku + tenaga kerja + mesin produksi (mesin produksi kebanyakan masih impor pula, sehingga depresiasinya lari keluar negeri lagi),  tanpa ada perhitungan / kriteria untuk "Kandungan Teknologi" jangan harap Indonesia bisa mewujudkan Kemandirian Teknologi. (Dewa Yuniardi - Asinusa)


Senin, 07 Januari 2013

Mobil murah dan kemacetan Jakarta


Koran SINDO - Masyarakat Jakarta mengakhiri tahun 2012 dengan bayangan tentang kemacetan yang belum menunjukkan tandatanda perbaikan. Tampaknya, pada 2013 warga Jakarta harus siap menghadapi permasalahan yang sama, mengingat solusi atas kemacetan Jakarta dipastikan belum akan terwujud.

Dengan keberadaan mobil murah yang akan mulai memasuki pasar, keadaan bahkan dipastikan akan semakin menantang. Tahun ini lima produsen mobil besar dunia berencana memasarkan mobil murah di Indonesia. Di antaranya Nissan yang akan memproduksi mobil murah seharga Rp29 juta per unit, sangat terjangkau bagi sebagian besar warga Jakarta.

Dengan harga yang tidak terpaut jauh dengan harga sepeda motor diperkirakan akan terdapat migrasi besar-besaran dari sepeda motor ke mobil murah; apalagi di tengah industri perbankan yang relatif mudah memberikan kredit barang konsumsi. Hal ini berpotensi mengakibatkan kemacetan total di jalan-jalan Jakarta.

Jakarta adalah contoh sempurna fenomena “tragedy of the common”, di mana upaya masing-masing individu untuk meningkatkan kenyamanan dengan membeli mobil pribadi justru menghasilkan ketidaknyamanan kolektif berupa kemacetan. Kecenderungan yang sama juga mulai terasa di kota-kota lain seperti Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, dan Denpasar.

Diperlukan upaya serius dari pemerintah dan masyarakat agar tragedi ini tidak terjadi. Tragedy of the common dapat dihindari dengan mengubah perilaku masyarakat sebagai penyebab utama. Hal tersebut hanya bisa diwujudkan melalui penerapan kebijakan publik yang efektif dan bertujuan jelas. Sayangnya, berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah justru sering tidak mengerucut pada satu tujuan.

Ketidakselarasan kebijakan merupakan fenomena keseharian sehingga akumulasi dampak dari berbagai kebijakan tersebut adakalanya tidak sesuai harapan. Konsekuensi yang tidak diharapkan sering lebih dominan. Dalam konteks memperbaiki transportasi perkotaan di Indonesia terlihat jelas absennya harmoni horizontal (antarkementrian) dan vertikal (antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah).

Masingmasing institusi mempunyai parameter keberhasilan yang berbeda. Misalnya, perkembangan industri automotif dan peningkatan investasi langsung merupakan parameter sukses Kementrian Perindustrian dan BKPM.

Di sisi lain, peningkatan jumlah mobil akan meningkatkan konsumsi BBM yang berdampak pada pembengkakan nilai subsidi, memperburuk polusi, dan menurunkan kualitas layanan infrastruktur. Hal tersebut justru merupakan tantangan bagi Kementrian Keuangan, Kementrian Perhubungan, Kementrian Pekerjaan Umum, dan pemerintah daerah.

Perlu langkah nyata

Ide pelarangan mobil murah bukanlah pilihan tepat di era demokrasi ini.Kebijakan tersebut bersifat diskriminatif, terutama kepada masyarakat kelas menengah yang menjadi konsumen potensial mobil tersebut. Dalam konteks ini, pemerintah perlu melakukan pendekatan lain yaitu dengan menurunkan tingkat manfaat dan menaikkan biaya operasional bagi para pemilik mobil.

Rencana ini perlu melibatkan berbagai institusi pemerintah dan harus dilakukan secara bersamaan untuk mendapatkan manfaat optimal. Upaya menurunkan tingkat manfaat mobil pribadi akan menurunkan minat masyarakat untuk memilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki sarana transportasi umum dan membangun mass rapid transportation system (MRT).

Sayangnya, rencana membangun MRT yang sudah digagas sejak lebih dari dua dekade yang lalu selalu tertunda. Ide untuk merevitalisasi transportasi umum juga belum terwujud. Ketersediaan anggaran merupakan salah satu kendala utama. Dengan APBD DKI Jakarta sebesar sekitar Rp46 triliun tahun ini,Pemda DKI kesulitan mewujudkan subway tahap I dan monorel yang memerlukan investasi sebesar Rp16 triliun dan Rp7 triliun.

Padahal, penundaan tersebut akan mengakibatkan semakin sulitnya rencana ini diwujudkan pada masa mendatang akibat membumbungnya biaya pembebasan tanah dan konstruksi, jauh di atas tingkat inflasi. Upaya pengembangan MRT harus diikuti dengan peningkatan biaya operasional kendaraan pribadi dengan menaikkan harga barang dan jasa yang merupakan komplementer dari mobil.

Salah satu kebijakan yang bisa ditempuh adalah menaikkan harga BBM. Rencana ini yang sebenarnya sudah sangat terlambat,selain dapat menurunkan minat masyarakat untuk memiliki atau menggunakan kendaraan pribadi, juga akan menghemat pengeluaran pemerintah. Pada 2013 diperkirakan pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar Rp200 triliun untuk subsidi BBM.

Nilai yang sebenarnya lebih dari cukup untuk membangun sistem MRT modern di beberapa kota utama Indonesia. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah meningkatkan biaya parkir, terutama di kawasan padat kendaraan.Ide ini alternatif yang lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan rencana menerapkan electronic road pricing (ERP), yaitu tol atas kendaraan di jalan-jalan tertentu Kota Jakarta.

Selain membutuhkan investasi tidak sedikit, implementasi ERP di lapangan juga relatif rumit. Biaya parkir sebesar Rp3 ribu per jam saat ini termasuk sangat murah. Menaikkannya menjadi Rp10 ribu di berbagai kawasan padat di Jakarta perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Ide ini, selain berpotensi menekan jumlah pengguna mobil pribadi, juga akan meningkatkan pendapatan asli Pemda DKI Jakarta.

Kombinasi ketiga hal tersebut diharapkan akan membangun perilaku efisien dalam memanfaatkan kendaraan pribadi, tanpa menutup peluang bagi masyarakat untuk memilikinya. Masyarakat akan lebih selektif dalam menentukan kapan mereka harus berjalan kaki, mengendarai sepeda, naik kendaraan umum, atau memanfaatkan mobil pribadi.

Di berbagai negara maju, mayoritas masyarakat memiliki mobil,tetapi untuk kegiatan keseharian mereka lebih mengandalkan kendaraan umum dan menempatkan kendaraan pribadi sebagai pilihan terakhir.

Pakar ekonomi perkotaan, Richard Florida, mengatakan persaingan pada masa depan adalah persaingan antarkota,bukan antarnegara.Kita akan lebih jarang berbicara tentang Indonesia, Singapura, Malaysia,Filipina, dan Thailand,tetapi akan lebih sering membandingkan Jakarta, Singapura,Kuala Lumpur, Manila, dan Bangkok.

Dalam konteks ini pemerintah pusat harus ikut turun tangan memperbaiki Jakarta yang merupakan hub (pusat) ekonomi dan wajah Indonesia di dunia. Apabila tidak, impian untuk mewujudkan Indonesia yang berdaya saing tinggi di kawasan tidak akan pernah terwujud.

WIJAYANTO SAMIRIN

Deputi Rektor Universitas Paramadina, Co-Founder dan Managing Director dari Paramadina Public Policy Institute.
Twitter: @wija_samirin

Program Mobil Murah Kontraproduktif dengan Monorel dan MRT


Jakarta, Regulasi mobil murah ditargetkan akhir tahun ini sudah keluar. Dampaknya produsen mobil siap memproduksi mobil murah dan ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC).

Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno menilai kebijakan ini kontraproduktif dengan apa yang terjadi di lalu lintas sekarang ini. Bahkan berlawanan dengan rencana pengembangan transportasi massal seperti monorel, MRT khususnya di Jakarta.

Menurutnya kebijakan mengenai mobil murah ini justru akan memicu makin membludaknya kendaraan pribadi di jalanan. Ini kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk mengurangi kemacetan.

"Pemerintah pusat membuat kebijakan mobil murah. Itu nggak mendukung daerah, kemacetan, justru merusak," ungkap Djoko saat dihubungi detikFinance, Jumat (7/12/12).

Djoko menegaskan, sejatinya, pemerintah konsisten dalam upayanya untuk mengurangi kepadatan lalu lintas. Caranya dengan membuat kebijakan yang mendukung upaya tersebut.

"Jadi kebijakan transportasi itu mendukung seharusnya," tegas Djoko.

Ia mencontohkan, solusi untuk mengurangi kemacetan ialah dengan menaikkan harga BBM bersubsidi yaitu dengan mencabut subsidinya agar memicu masyarakat memakai kendaraan umum. Selain itu, menurutnyan menaikkan tarif parkir pun bisa menjadi satu solusi mengurangi tingkat kepadatan lalu lintas.

"Di Jakarta itu parkir termurah di dunia, Di China bisa sampai Rp 20.000-30.000," pungkasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat menargetkan, akhir tahun ini regulasi mobil murah atau Low Cost Green Car (LCGC) akan keluar. 
Zulfi Suhendra - detikfinance